Kapuas Raya: Tidak Ada dalam Senarai 26 RUU tentang Kabupaten/Kota yang Telah Disahkan Jadi UU
Cornelis : Provinsi Kapuas Raya belum ada! |
SanggauNews - Jakarta: Provinsi Kapuas Raya muncul sebagai topik yang menggoda setiap lima tahun, layaknya janji politik yang sering dilontarkan. Namun, apa yang akan terjadi dengan kelanjutan wilayah ini, yang diusulkan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari provinsi Kalimantan Barat?
Provinsi Kapuas Raya sama sekali tidak tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disetujui oleh DPR RI Komisi II yang membahas isu pemekaran daerah yang diubah statusny amenjadi Undang-Undang (UU).
Penyampaian oleh Cornelis
Cornelis, dalam perannya sebagai anggota Komisi II DPR RI, secara resmi mengirimkan hasil dari Rapat Paripurna ke-21 DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, di mana terdapat 26 RUU yang diubah menjadi UU.
Proses pembahasan RUU tersebut telah melalui serangkaian tahap yang intensif di Komisi II DPR RI.
RUU ini berfungsi untuk mengubah status beberapa kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Riau, dan Sumatra Barat menjadi UU baru.
Cornelis menekankan bahwa dasar hukum sangat penting. Wakil rakyat dari Dapil I Kalimantan Barat ini menyoroti pentingnya landasan hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam konteks pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia juga menjelaskan bahwa perluasan RUU ini sangat diperlukan karena masih banyak kabupaten dan kota yang mengikuti UUD Sementara Tahun 1950 dalam proses pembentukannya, yang kini dianggap tidak relevan dengan adanya ketentuan otonomi daerah dalam UUD 1945. Dengan pengesahan UU ini, diharapkan bisa mencegah konflik hukum dan administrasi di masa mendatang.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Soeharso Monoarfa, menambahkan bahwa RUU ini merupakan langkah untuk memperbarui dasar hukum dan menyesuaikan cakupan wilayah dengan kondisi terkini.
Soeharso juga menekankan bahwa pengakuan terhadap karakteristik masing-masing wilayah dalam 26 RUU ini memberikan penegasan terhadap keberagaman Indonesia sebagai negara yang pluralistik dan multikultural.
26 RUU disahkan UU: Provinsi Kapuas Raya tidak ada!
Berikut adalah daftar 26 RUU tentang kabupaten/kota yang telah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21:
1. Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau
2. Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung
3. Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung
4. Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung
5. Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi
6. Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi
7. Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi
8. Kota Jambi, Provinsi Jambi
9. Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau
10. Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau
11. Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
12. Kota Pekanbaru, Provinsi Riau
13. Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat
14. Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat
15. Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatra Barat
16. Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat
17. Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat
18. Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat
19. Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat
20. Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat
21. Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat
22. Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatra Barat
23. Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat
24. Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatra Barat
25. Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatra Barat
26. Kota Solok, Provinsi Sumatra Barat
Kalimantan harus bersabar menunggu giliran! Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21, Kalimantan ternyata tidak termasuk dalam daftar 26 RUU yang disahkan untuk pengaturan status kabupaten/kota menjadi Undang-Undang. Meski begitu, ini tidak mengurangi relevansi dan potensi Kalimantan untuk diatur di masa depan.
Sebagai bagian integral dari Indonesia, Kalimantan memiliki karakteristik geografis, demografis, dan kultural yang unik. Keputusan untuk tidak menyertakan Kalimantan dalam RUU yang disetujui saat ini mungkin dipicu oleh prioritas dari daerah lain yang lebih mendesak.
Jalan Provinsi Kapuas Raya masih panjang
Legislasi adalah sebuah perjalanan politik yang kompleks, memerlukan penilaian mendalam terhadap kebutuhan dan kondisi di setiap daerah.
Segala sesuatu memiliki waktu yang tepat. DPR-RI Komisi II mungkin merasa bahwa saat ini bukanlah waktu terbaik bagi Kalimantan untuk pemekaran. Namun, ketidaksediaan ini bisa menjadi peluang untuk lebih memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat di pulau terbesar ketiga di dunia yang sedang dipersiapkan menjadi Ibu Kota Nusantara (IKN).
Waktu akan datang ketika Kalimantan akan mendapatkan perhatian yang layak, sejalan dengan perkembangan wilayah dan aspirasi masyarakatnya. Namun, hal itu tidak dalam 3 atau 5 tahun ke depan. Masih lama.
Kesabaran, perjuangan, dan pemahaman terhadap proses pembangunan hukum adalah kunci, sembari memastikan bahwa setiap daerah mendapatkan perlakuan yang adil dan merata sesuai dengan prinsip otonomi daerah serta kepentingan nasional. (X-5)