Rumah Panjang di Sarawak dan Indonesia: Serupa tapi tak Sama dari Sisi Penghuni

Penampakan Rumah Bilong anak Badak, Sungai Ensiat Ulu Niah diambil dengan drone oleh Arbain Rambey. Rumah panjang yang usianya lebih dari 50 tahun ini, masih dihuni. Namun, sedang dalam proses pembangunan lokasi yang baru, seberang sungai Niah.

SanggauNews: Rumah panjang merupakan elemen penting dalam kehidupan masyarakat Dayak, khususnya suku Iban di Miri, Sarawak, Malaysia. 

Konsep rumah panjang di Sarawak bukan sekadar struktur fisik. Lebih dari itu, rumah panjang adalah simbol dari komunitas yang solid dan kohesif. 

Rumah panjang ini memiliki desain unik yang memungkinkan beberapa keluarga tinggal bersama dalam satu bangunan panjang, dengan setiap keluarga memiliki bilik sendiri.

Struktur rumah panjang mengakomodasi gaya hidup komunitas yang erat dan saling bergantung, serta memungkinkan interaksi sosial yang lebih intensif.

Konsep dan stuktur sama: hunian yang membedakan

Di Kalimantan Indonesia, tradisi rumah panjang memiliki kesamaan dengan rumah panjang  di Sarawak, Malaysia. Namun, implementasi dan penggunaannya sering kali menunjukkan perbedaan signifikan. 

Rumah panjang, yang dalam bahasa lokal dikenal sebagai "rumah betang" atau "rumah panjang", memang menjadi bagian penting dari warisan budaya Dayak di Kalbar. Meskipun demikian, fungsionalitas dan penerapannya berbeda jauh dibandingkan dengan apa yang ditemukan di Sarawak.

Di Sarawak, khususnya di daerah Miri, rumah panjang adalah pusat kehidupan sosial dan budaya. 

Desainnya yang panjang dan menyempit memungkinkan banyak keluarga untuk hidup berdampingan dalam satu struktur. Rumah panjang Sarawak berfungsi sebagai tempat tinggal permanen bagi komunitas, dengan setiap keluarga memiliki bilik sendiri. 

Kegiatan sehari-hari, baik itu bekerja, berkumpul, maupun merayakan tradisi, semuanya berlangsung dalam konteks rumah panjang. Struktur ini dirancang untuk memfasilitasi interaksi dan kohesi sosial, sehingga menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat di antara para penghuninya.

Sebaliknya, di Kalimantan Barat, meskipun rumah panjang juga merupakan bagian dari tradisi budaya, penggunaannya sering kali berbeda. 

Hidup komunal bukan sekadar nostalgia

Banyak rumah panjang yang dibangun di Kalbar lebih sering digunakan sebagai simbol budaya dan tempat berkumpul pada acara-acara khusus, bukan sebagai tempat tinggal sehari-hari. Misalnya, rumah panjang seringkali digunakan selama perayaan Hari Gawai, yang merupakan festival tahunan yang merayakan hasil panen dan memperkuat hubungan sosial dalam komunitas. 

Pada hari-hari biasa, rumah panjang ini mungkin tidak berfungsi sebagai tempat tinggal permanen, melainkan hanya sebagai lokasi untuk acara budaya dan ritual tertentu.

Perbedaan ini mencerminkan bagaimana tradisi dan budaya lokal dapat mempengaruhi fungsi dan penggunaan suatu struktur. 

Di Indonesia, rumah panjang lebih sering dipandang sebagai monumen budaya atau tempat untuk merayakan adat istiadat, bukan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. 

Struktur ini, meskipun tetap memiliki nilai sejarah dan simbolis yang tinggi, tidak selalu diterapkan sebagai tempat tinggal secara kontinu. 

Keterbatasan dalam pemanfaatan rumah panjang sebagai tempat tinggal sehari-hari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan gaya hidup, kebutuhan ruang yang lebih modern, dan pergeseran dalam cara masyarakat Dayak di Indonsia menjalani kehidupan mereka.

Eksplorasi Munaldus dan CUKK

Dengan latar belakang ini, ada peluang untuk mengeksplorasi bagaimana konsep rumah panjang Sarawak bisa diadaptasi di Indonesia. Misalnya, dalam rangka menjaga keberadaan dan relevansi rumah panjang dalam kehidupan sehari-hari, bisa dilakukan pendekatan yang menggabungkan elemen tradisional dengan kebutuhan modern. 

Interior (ruai dan bilik) rumah panjang Taman Kelempiau milik dan dikelola anggota CUKK. Semua bahan, kecuali atap, dari kayu terpilih. Dok. Masri Sareb.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah memodernisasi desain rumah panjang agar sesuai dengan standar hidup kontemporer, sambil tetap menjaga esensi budaya yang melekat. Ini dapat melibatkan penggunaan material yang lebih tahan lama, perbaikan pada desain interior untuk kenyamanan, dan penyesuaian pada sistem pencahayaan serta ventilasi.

Selain itu, meningkatkan kesadaran dan minat terhadap rumah panjang sebagai tempat tinggal sehari-hari juga merupakan langkah penting. Program edukasi dan promosi tentang manfaat hidup di rumah panjang bisa membantu masyarakat memahami nilai tambah dari menjaga tradisi ini dalam konteks kehidupan modern. 

Dengan dukungan dari lembaga-lembaga budaya dan pemerintahan, serta inisiatif lokal, ada potensi untuk menghidupkan kembali fungsi rumah panjang sebagai pusat kehidupan komunitas di Kalbar.

Adaptasi dan pelestarian rumah panjang di Kalbar memerlukan pendekatan yang mempertimbangkan baik aspek budaya maupun kebutuhan praktis masyarakat. Dengan cara ini, rumah panjang tidak hanya dapat menjadi simbol kebanggaan budaya tetapi juga menjadi bagian yang relevan dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak di Kalbar.

Meskipun di daerah seperti Saham, Ensaid panyae, dan Sungai Utik, masyarakat Dayak masih mendiami rumah panjang, perbedaan dalam teknik konstruksi dan desain dapat terlihat. Ini menunjukkan adanya variasi dalam cara masyarakat Dayak di Kalbar mempertahankan tradisi mereka dibandingkan dengan tetangga mereka di Malaysia.

Menimbang perbedaan ini dan potensi keinginan masyarakat Dayak di Kalbar untuk kembali ke gaya hidup tradisional, saya, Munaldus, tertarik untuk menyelidiki apakah ada minat yang cukup signifikan di Kalbar untuk hidup dalam rumah panjang seperti yang ada di Sarawak. 

Apakah nostalgia, yang esensinya hidup-komunal berbelarasa, terhadap gaya hidup tradisional atau kebutuhan sosial saat ini mendorong minat tersebut? 

Pertanyaan ini penting untuk menjawab apakah konsep rumah panjang Sarawak bisa diadaptasi kembali di Kalbar dengan relevansi yang tinggi.

Untuk mengakomodasi minat ini, CUKK, terutama Munaldus, berencana untuk mereplikasi desain rumah panjang Sarawak di Kalbar. Konsep ini tidak hanya melibatkan pembuatan rumah panjang yang mengikuti standar Sarawak dari segi desain dan estetika, tetapi juga menawarkan solusi finansial yang menarik. 

Untuk menjangkau masyarakat yang mungkin tertarik namun menghadapi kendala finansial, sistem pembelian rumah panjang ini akan memanfaatkan skema cicilan, mirip dengan sistem Kredit Pemilikan Rumah KPR/BTN yang telah dikenal di Indonesia. Dengan adanya sistem cicilan, pembelian rumah panjang akan menjadi lebih terjangkau dan realistis bagi masyarakat Dayak di Kalbar.

Sebagai contoh nyata dari inisiatif serupa, anggota Credit Union Keling Kumang (CUKK) telah membangun rumah panjang di Tapang Sambas. 

Rumah panjang ini memiliki panjang 63 meter dan lebar 21 meter, dengan total 20 bilik. Struktur rumah panjang ini sebagian besar terbuat dari kayu, kecuali atapnya, yang menunjukkan adaptasi teknik konstruksi tradisional dengan elemen modern. Keberadaan rumah panjang ini menggambarkan langkah awal dalam upaya melestarikan tradisi sekaligus menyesuaikannya dengan kondisi lokal saat ini.

Penelitian mendalam akan dilakukan untuk memahami lebih jauh praktik rumah panjang di Sarawak, termasuk desain, fungsi, dan nilai-nilai sosial yang menyertainya. 

Penelitian ini akan mencakup studi lapangan, wawancara dengan penghuni rumah panjang, serta analisis mengenai bagaimana rumah panjang mempengaruhi dinamika sosial dan budaya komunitas. Melalui penelitian ini, diharapkan bisa diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana rumah panjang dapat diterapkan dan diadaptasi di Kalbar.

Hasil dari penelitian ini akan memberikan panduan mengenai potensi pemulihan tradisi rumah panjang di Kalbar serta tantangan yang mungkin dihadapi. 

Jika minat terhadap rumah panjang ternyata cukup besar, maka inisiatif ini tidak hanya akan menjadi solusi hunian yang memenuhi kebutuhan praktis tetapi juga akan memperkuat ikatan sosial dan budaya di kalangan masyarakat Dayak. 

Dengan pendekatan yang tepat, rumah panjang dapat menjadi model sukses dalam melestarikan warisan budaya sambil mengintegrasikannya dengan cara hidup modern.

Melihat keberhasilan inisiatif rumah panjang di Tapang Sambas dan potensi minat yang ada, langkah selanjutnya adalah merancang dan membangun rumah panjang yang sesuai dengan kebutuhan serta preferensi masyarakat Kalbar. 

Inovasi dalam desain dan teknik konstruksi mungkin diperlukan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hunian modern, sambil tetap mempertahankan elemen budaya yang esensial. 

Dengan demikian, rumah panjang dapat terus menjadi simbol kekuatan komunitas dan pelestarian budaya, serta menjawab tantangan zaman yang terus berubah.

-- Masri Sareb Putra

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url