Eksplorasi Kejaiban Gua Niah (3) Hotel Wawasan Batu Niah, Nantikan Ku kan Kembali Lagi!

Hotel Wawasan di kote kecil Batu Niah, tempat nyaman untuk menginap. Ist.

Setelah perjalanan panjang yang melelahkan selama 14 jam dari Kuching, akhirnya kami tiba di Batu Niah pada malam hari. 

Kota kecil yang resik dan indah ini terletak jauh dari hiruk-pikuk kehidupan urban, menawarkan suasana yang tenang dan menenangkan. 

Melelahkan, namun menyenangkan

Perjalanan yang biasanya memakan waktu 9 hingga 10 jam dari Kuching - Batu Niah, kali ini terasa lebih lama karena gaya santai. Pengemudi kami bertiga (Masri, Arbain, dan Patricia), Clemence Joy sungguh seorang yang sabar lagi pengertian. 

Di kota-kota penting yang diletawi seperti Saratok, Sri Aman, dan Sibu; kami berhenti. Sesekali minum kopi. Beberapa kali menikmati kuliner yang sunguh lezat. Terutama di sebuah restoran Cina di kota Sibu, tepi Sungai Betang Rejang, kami makan sepuas-puasnya. Jika suatu waktu ke Sibu lagi, niscaya kami akan kembali ke restoran lantai II pasar tradisional ini lagi.

Usai makan sore jelang malam, Hillux yang dikendarai Clemence, kembali menyala mesinnya. 

"Kita berpusing-pusing kota Sibu dulu," ajak Clemence. Tawaran yang menatang, mana boleh ditolak/

Clemence mengarahkan moncong mobilnya ke Pasar Malam Sibu. Jalanan padat sekali. Karena tidak dapat tempat parkir, apa boleh buat, mobil parkir sepanjang jalan mengikuti yang lain-lain juga.

Kami jalan kaki, masuk pasar malam Sibu. Aneka kuliner tersedia. Di depannya kuliner khas Cina, yang saya sangat mafhum: bakpao, bakcang, dan aneka kue khas Cina. Tentu semua itu mengandung B. Clemence membeli daging B panggang. "Untuk tabas nanti malam," katanya. 

Sementara saya dan Arbain berjalan, menikmati pasar malam Sibu yang sungguh menawan. Setelah menikmati semua panorama, keindahan, dan kesibukan lalu lalang orang membeli dan menikmati kulner pasar malam Sibu. 

Kami menuju mobil yang parkir di baju jalan. "Kena denda," kata Clemence. Polis memberi surat tilang. Dan tentu, bukan mobil Clemence sendirian. "Jika ada orang dalam mobil, tak kena!" katanya. 

Tampaknya aturan parkir dan lalu lintas di Negeri Sarawak sangat ketat. Begitulah! 

Kami pun meninggalkan Sibu yang pada ketika itu telah dibekap oleh gulita malam.

Meskipun kami tiba malam hari, kelelahan perjalanan terbayar ketika melihat keindahan Batu Niah di malam hari yang damai. Lampu-lampu mengihasi sudut-sudut kota. 

Hotel Wawasan nan nyaman

Hotel Wawasan menjadi tempat kami beristirahat selama dua malam. Meskipun terkesan biasa-biasa saja dari luar, hotel ini menawarkan kenyamanan yang tak terduga. Begitu melangkah ke lobi, kami disambut dengan kehangatan dan keramahan staf yang membuat kami merasa seperti di rumah. 

Malam membekap kota kecil Batu Niah pada ketika itu. Masuk pintu, lalu ke dalam lobi hotel ini, mata terpanah pada dekorasinya yang sangat artistik. 

Sementara proses check in hotel oleh Paricia Ganing bersama suami tercinta, Clemence Joy, mata ini mengagumi interior hotel. 

Dindingnya warna warni. Ada tumpukan buku, melambangkan kepenuhan ilmu dan intelektualitas. Pula ada ornamen keindahan lain, mengingatkan akan mahakarya Michaelangelo. Pembaca silakan menikmatinya!

Ornamen dan dekorasi pada dinding lobi hotel Wawasan, Batu Niah.

Dari gerak tubuh, kami merasa bahwa berada di hotel yang indah ini akan dijamin. (Setelah
check out, benarlah dugaan kami).

Hampir pukul 22.00, ketika Paricia menyerahkan kartu kamar hotel kepada kami. 

"Ini brother kunci kamar," kata Patricia sembari menghampiri penulis dan Arbain yang masih mengagumi interior di lobi hotel ini.

Interiornya yang artistik, dengan rak-rak buku yang menggugah rasa ingin tahu dan patung-patung malaikat yang memberikan kesan mistis, menciptakan suasana yang menginspirasi dan menyenangkan. 

Depan resepsionis hotel Wawasan.

Pagi-pagi sekali. Selagi saya mandi. Arbain pamit turun ke lobi lewat lift. Ia mengambil gambar dengan drone meng-capture objek penting dari udara batu kapur Niah yang berjejer rapi menebar pesona.

Dari kamar kami di lantai II, pemandangan bukit Niah dan keramaian kedai di depan hotel menjadi latar belakang yang indah untuk memulai hari-hari kami.

"Untung cuaca bagus. Jadi gambar-gambarnya luar biasa," cetus fotografer andal dan tersohor di Indonesia.

Ini adalah tangkapan dari udara, lewat drone, hasil karya fotografi Arbain Rambey yang puluhan tahun lalamnya bekerja di Kompas, surat kebar besar dan ternama di Indonesia.

"Saya perlu mengambil gambar bukit barisan batu kapur Niah dari atas, samping hotel yang lapang ini, untuk memberi konteks," papar Arbain.

Barisan bukit Kapur Niah diambil dengan drome dari depan hotel Wawasan oleh Arbain Rambey.

Saya mengiyakan. Sungguh tajam. Lagi dalam pemahaman pria berkacamata ibu Tionghoa dan ayah Batak itu. 

Mewah, tarif terjangkau

Di jantung kota kecil Batu Niah nan permadani. Ada sebuah penginapan yang menyuguhkan lebih dari sekadar kenyamanan yakni Hotel Wawasan. 

Saat kami memasuki lobi hotel, kami merasa seolah melangkah ke dalam dunia yang berbeda. Interiornya, yang dipenuhi dengan dekorasi artistik dan karya seni yang menggugah rasa ingin tahu, menciptakan suasana yang unik dan menyenangkan.

Staf hotel menyambut kami dengan kehangatan yang tulus. Mereka tidak hanya menawarkan senyum ramah, tetapi juga melayani dengan hari. Kehangatan dan perhatian mereka membuat kami merasa seperti tamu istimewa yang sangat diperhatikan.

Dengan tarif yang sangat terjangkau—hanya RM178 per malam—Hotel Wawasan menawarkan lebih dari sekadar tempat tidur. 

Kami mendapat pengalaman menginap yang berkualitas dengan harga yang bersahabat. Kamar kami menawarkan pemandangan yang menenangkan, sebuah pemandangan kota yang berkilau di malam hari, menjadikan setiap malam di sini terasa istimewa.

Hotel Wawasan bukan hanya sebuah tempat untuk beristirahat. Ia adalah atap di mana keramahan, kehangatan, dan keindahan berpadu, membuat setiap kunjungan menjadi kenangan yang tak terlupakan.

-- Masri Sareb Putra

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url