Panglima Kilat, Salah Satu Hero Perang Madjang Desa: Asalnya dari Simanggang
Panglima Kilat. Sumber: van Hulten/Masri Sareb. |
SanggauNews - Pontianak: Pangkilat, atau Panglima Kilat. Sungguhkah nyata, atau hanya legenda?
Pangkilat, sosok yang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, dikenal sebagai Panglima Kilat, pahlawan yang konon memimpin perjuangan melawan penjajah Jepang.
Di antara catatan sejarah yang terserak, Van Hulten (1983, gambar 31) menyajikan gambaran yang jelas tentangnya.
Pangkilat, atau Panglima Kilat: legenda atau fakta
Dalam caption yang menyertai buku, van Hulten, menulis, "De legender ische aanvoerder in de strijd tegen de Jappen: Panglima Kilat, een Iban Daya koppenneller," yang berarti "Pemimpin legendaris dalam perjuangan melawan Jepang: Panglima Kilat, seorang Iban Daya yang terkenal."
Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah Pangkilat benar-benar ada, atau sekadar mitos yang diciptakan oleh masyarakat untuk menggambarkan semangat perjuangan mereka? Berbagai kisah dan legenda seputar Pangkilat telah beredar, menggambarkan dirinya sebagai sosok yang pemberani dan tak kenal takut, sering kali diceritakan dalam konteks pelestarian budaya dan identitas suku Iban.
Banyak saksi mata mengklaim pernah melihatnya beraksi di medan perang, melawan musuh dengan taktik yang cerdik dan keberanian yang luar biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak dari kisah ini telah terdistorsi oleh narasi lisan yang mengedepankan kehebatan dan kekuatan mitologis Pangkilat.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membedah fakta sejarah di balik nama ini. Apakah Pangkilat adalah seorang pemimpin yang benar-benar ada, ataukah dia hanyalah personifikasi dari semangat kolektif suku Iban dalam melawan penindasan? Dalam upaya memahami warisan dan identitas budaya ini, penting untuk menggali lebih dalam ke dalam arsip sejarah, catatan lisan, dan narasi yang ada.
Dengan demikian, Pangkilat tetap menjadi simbol yang menarik dalam konteks sejarah dan budaya, menciptakan jembatan antara masa lalu dan identitas kolektif saat ini. Kisahnya mungkin saja lebih dari sekadar cerita, melainkan representasi perjuangan dan keberanian yang terus hidup di hati masyarakat.
Panglima Kilat: Mitra bagi Pang yang lain, utamanya Pangsuma
Jadi, terang benderang sudah. No dabate lagi tentang Pangkilat ini. Mengapa? Sebab sejarah telah mencatanya, dengan akurat, cukup jelas, lengkap, dan saksama. Dapat dibuktikan wajib-sejarahnya, yakni saling terkait antara tokoh/ pelaku, setting waktu dan tempat, serta peristiwanya apa?
Dikenal sebagai tokoh pahlawan yang menghadapi tentara Jepang selama Perang Madjang Desa, Panglima Kilat bukan hanya sekadar figur mitos, tetapi benar-benar ada dalam ingatan kolektif masyarakat setempat.
Dalam buku Mijn Leven met de Daja's karya Herman Jozef van Hulten pada tahun 1982, terdapat gambar yang menggambarkan Panglima Kilat. Meskipun hanya ada sedikit informasi tentangnya, legenda hidupnya tetap melekat kuat di antara masyarakat Dayak di Kalimantan Barat.
Panglima Kilat berasal dari Simanggang
Diceritakan bahwa Panglima Kilat berasal dari Simanggang, atau yang dikenal sekarang sebagai Sri Aman, dan tiba di Meliau dengan cepat setelah mendengar berita serangan Jepang yang mengancam daerah sekitar seperti Tayan, Landak, dan Sanggau.
Panglima Kilat tidak sendirian dalam perjuangannya melawan penjajah. Ia bersama dengan sejumlah panglima Dayak lainnya, seperti Pang Suma, Pang Sulang, Pang Dandan, dan Pang Bujang, yang terkenal sebagai ayah dari Mgr. Agustinus Agus, Uskup Agung Pontianak.
Meskipun Pang Suma dikenal lebih luas oleh masyarakat umum, peran sejati dalam strategi dan kepemimpinan di balik kemenangan dalam Pertempuran Madjang Desa sebenarnya ada pada Panglima Kilat.
Perang Madjang Desa sendiri terjadi antara tahun 1944 dan 1945 di wilayah Meliau, kabupatan Sanggau kini, Kalimantan Barat. Konflik ini dipicu oleh perlakuan kejam dan sewenang-wenang dari tentara Jepang terhadap suku-suku Dayak di wilayah tersebut. Panglima Kilat, dengan kepandaiannya dalam strategi perang guerilla, menjadi pahlawan yang memimpin pasukan Dayak untuk mengusir penjajah dari tanah mereka.
Pangsuma, yang namanya mencuat sendiri sebab tidak banyak penulis yang mencatatkan peran Pang yang lain, tidak bisa menang sendiri. Ia didukung Pang Pang yang lain. Dikisahkan, para Panglima Perang Madjang desa ini berkoordinasi sebelum menantang Jepang. Merkea justru menang perang di air. Tentu saja, dengan taktik dan strategi perang ala Dayak yang, untuk mengurai dan menjelaskannya tidak cukup dengan analisis fisik, sebab ada "kekuatan gaib" yan berperang di balik mereka.
Pesta kemenangan melawan Jepang di Bonti
Ada peristiwa penting usai Dayak menang perang lawan Jepang di Meliau. Mereka mengadakan pesta kemenangan di Bonti. Yang "caranya pesta" tidak dikisahkan dalam narasi ini. Pokoknya, pesta kemenangan perang "ala Dayak"-lah!
Setelah keberhasilan gemilang dalam mengusir tentara Jepang dari tanah Kalimantan Barat, pasukan Dayak merayakan kemenangan yang epik dengan menggelar "gawai Notokng" di Bonti, sebuah kecamatan yang kini terletak di Kabupaten Sanggau.
Pesta kemenangan ini bukan semata sebagai ungkapan syukur belaka, melainkan sebagai perayaan yang megah atas keberhasilan luar biasa dari strategi perang yang dipimpin dengan penuh keberanian oleh Panglima Kilat.
Menurut penuturan para saksi sejarah, setelah berhasil menghalau tentara Jepang dari Meliau, pasukan Dayak merayakan kemenangan di Bonti, salah satu wilayah yang kini menjadi kecamatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Di Bonti, diadakan pesta kemenangan yang disebut "Gawai Notokng".
Pada pesta kemenangan itu pula diciptakan lagu-lagu yang nadanya diambil dari khasanah musik Jepang, namun syairnya telah digubah oleh Akim dari Empiyang. Lagu ini khusus untuk mengenang jasa-jasa Pangkilat dan para pahlawan lainnya dalam mempertahankan tanah air mereka.
Lagu dan syair kemenangan
Sudah biasa, bahkan semacam tradisi, menang dalam perang wajib dirayakan. Nah, orang Dayak yang menang perang melawan Jepang dalam Perang Madjang Desa pun mencipta lagu dan syair kemenangan.
Lagu dan syair kemenangan dalam peperangan dalam bahasa Inggris adalah "Victory songs and war chants." Istilah ini mengacu pada jenis musik atau nyanyian yang diciptakan untuk merayakan kemenangan dalam pertempuran atau perang.
Saksi sejarah menuturkan yang demikian di bawah inilah syair lagu kemenangan Perang Madjang Desa untuk mengenang jasa Pangkilat.
Ada seorang juga (selain Pangsuma dan Pang yang lain) yang gagah perkasa
asalnya dari tanah Madjang dan Desa
di tanahnya sendiri diusirnya Nippon
sampailah ia Kuching mendapat kuasa
lalu pulang ke Bonti
membuat pesta.....
Syair Lagu ini harus ditafsirkan secara hermeneutika. Baru konteksnya menjadi jelas sebagai salah satu sumber Dokumen Sejarah. Terutama Sejarah Perang Madjang Desa. Bahwa Pangsuma tidak solo. Ia bukan sendiri melakukan tindakan aksi kontra-militer Jepang, namun Dayak menang dalam sebuah tim dan kerja sama yang ciamik.
Perang Dayak. Begitulah cara kerjanya!
-- Masri Sareb Putra, M.A.