Musa Narang: Sekolah Doktor sebagai “Pengkoras”
Musa Narang. |
Musa Narang, Reremptus lahir di kampung Tapang Sambas, Sekadau, 10 Januari 1961, sebagai anak kedua dari 9 (sembilan) bersaudara dari pasangan Markus Nerang, yang lebih dikenal dengan panggilan Rurut, dengan Theresia In’a, anak dari Kepala Kampung Tapang Kemayau, Adam, yang juga dipanggil Parang.
Musa, demikian ia biasa disapa, yang waktu kecil dalam keluarga sering dipanggil “Bujang”, suatu panggilan sayang yang diberikan ibunya, adalah lelaki sulung dalam keluarga yang terdiri dari 5 (lima) perempuan dan 4 (empat) lelaki. Berturut-turut adalah Muni (alm.), Musa, Munal, Mikael, Masiun, Martina (alm.), Muliana, Mulini, dan Mariata. Keluarga inti Musa terdiri dari 4 orang: dia dan isterinya Natalia Nansi, dengan 2 anak: Primus S. Lase dan Maxima Dita Lasti. Mereka berdomisili di Kota Ketapang.
Sekolah SD sembari mengasuh anak bibi
Musa mengawali pendidikannya di SDN Tapang Semadak pada tahun 1969-1970 untuk kelas 1 dan 2 SD. Pada awal Januari 1971, dia diajak oleh suami Maria Liah bibiknya, yaitu Yakobus Cil, untuk melanjutkan pendidikan di SD Karya Derajau sampai tamat tahun 1973 yang ditempuh dalam waktu 3 tahun. SDN Tapang Semadak saat itu hanya baru sampai kelas 3, kalau mau lanjut sekolah sampai tamat SD harus ke SDN Lengkenat atau SD Karya Derajau.
Suami bibiknya kebetulan saat itu adalah guru di SD Karya Derajau. Musa, di samping sekolah juga diharapkan dapat membantu bibiknya mengasuh anaknya, Emilia Sriwati, yang baru berumur sekitar 1 (satu) tahun.
Saat Musa pindah ke Derajau, ia duduk di kelas 3 dan saat naik ke kelas 6 (enam), Yakobus Cil dipindahkan ke SD Karya Natai Ubi, yang merupakan SD mini karena hanya sampai kelas 3 SD saja.
Musa ikut pindah dan tinggal di Natai Ubi, tetapi tetap menyelesaikan sekolahnya di SD Karya Derajau. Untungnya, ia sekelas dengan pamannya, Panta, dan yang juga tinggal dengan bibiknya. Setiap hari mereka berdua pulang pergi sekolah ke Derajau yang jaraknya sekitar 8 km dengan melalui jalan setapak melewati hutan rindang dan bawas yang penuh ilalang.
Pendidikan SMP ditempuh Musa di SMPK St. Gabriel Sekadau dari tahun 1974-1976 dan tinggal di asrama Putra St. Gabriel di lantai 2 gedung SMPK. Tamat SMP, Musa melanjutkan ke SPG St. Paulus Sekadau tahun 1977 dan tamat pada tahun 1980. Ia masuk SPG dengan tujuan agar dapat cepat mendapat pekerjaan dengan menjadi guru SD dan dapat membantu meringankan beban keuangan orang tua dalam membiayai sekolah adik-adiknya.
Musa juga tamat/lulus Kursus Guru Agama Katolik (KGAK) dan berwenang menjadi Guru Agama Katolik tingkat SD. Namun di sisi lain, Musa juga memiliki keinginan kuat untuk dapat kuliah, karena saat itu masih sangat langka orang dari kampung yang berpendidikan sarjana.
Keinginannya untuk menjadi Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta kandas, karena gagal mendapatkan beasiswa dari Yayasan Karya; berikutnya, rencana akan diberi beasiswa untuk kuliah di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung juga kandas, di mana untuk itu ia harus sekolah lagi di SMA PGRI Sekadau dan tamat pada tahun 1982.
Melalui Pastor Agustinus Agus yang saat itu Pastor Paroki Sekadau (sekarang Uskup Agung Pontianak), Musa mendapat tawaran dan diterima menjadi guru di SMP Usaba 2 Ketapang milik Para Suster St. Agustinus dari Kerahiman Allah dan sekaligus langsung diminta kuliah di PGSMTP Negeri Pontianak jurusan IPA (setingkat Diploma 1) agar memenuhi syarat sebagai guru SMP atas biaya dari Kongregasi Suster St. Agustinus.
Sekolah tiada henti
Pendidikan Diploma 3 Pendidikan Matematika diselesaikan Musa pada tahun 2000 melalui program penyetaraan D-3 dari pemerintah pusat bekerjasama dengan Universitas Terbuka. Jenjang S-1 Pendidikan Matematika sebagai lanjutan dari Program D3, diraih Musa pada tahun 2009 melalui Program penyetaraan S-1 Depdikbud, juga bekerjasama dengan Universitas Terbuka.
Pendidikan S-2 dengan Konsentrasi Manajemen Pendidikan, diraih Musa dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ganesha, Jakarta pada tahun 2011, dengan sokongan dana dari CU Pancur Solidaritas Ketapang bekerjasama dengan PT. Asuransi Jiwasraya atas dukungan Sudarman Chai. Dan pada tahun 2024, dalam usia tidak muda lagi (purnatugas), Musa bersama 4 temannya dari Institut Teknologi Keling Kumang memutuskan meneruskan Pendidikan S-3 (tingkat Doktoral) di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangkaraya. “Dari Sekadau untuk Bangsa”. Studi Doktoral ini lebih sebagai “pengkoras”.
Setelah tamat SPG, atas dorongan dan fasilitasi FX. Surato, mantan gurunya ketika SPG, Musa mengawali karirnya sebagai tenaga honorer di SMP PGRI Sekadau (September 1980 – Juni 1981), sambil memberi Les anak-anak SD di rumah Keluarga Tionghoa (7 orang) di Kompleks Pasar Sekadau; menjadi tenaga honorer atau tenaga administrasi di Paroki Sekadau (Januari – Juni 1981) di mana P. Agustinus Agus menjadi Kepala Paroki.
Sempat menjadi guru SMPK St. Gabriel Sekadau selama 3 bulan (Juli – September 1981) dan kemudian pindah ke SD Slamet Riyadi Sekadau karena SK PNS dpk-nya sudah terbit. Bertugas sebagai guru matematika selama 9 bulan di SD Slamet Riyadi Sekadau dan pada bulan Juli 1982, Musa mengundurkan diri dari SD Slamet Riyadi Sekadau, sekaligus mundur sebagai guru PNS tingkat SD untuk menjadi guru SMP swasta di Ketapang.
Status sebagai guru SMP Usaba 2 (kini SMP St. Agustinus) dijalani Musa dari Juli 1982 – Juni 2012 (30 tahun), dengan 1 (satu) tahun awal berstatus sebagai “guru tugas belajar”. Selanjutnya, Musa dipindahkan dari SMP dan dipromosikan sebagai Kepala SMK St. Petrus Ketapang yang juga milik para Suster OSA (2012 – 2018) atau selama 6 tahun.
Pada masa jabatan periode ke-2, setelah menjabat selama 2 tahun, Musa mengundurkan diri sebagai Kepala SMK St. Petrus karena sebagai PNS dpk, ia dipindahkan ke SMA Negeri 2 sebagai guru biasa.
Bertugas empat tahun terakhir di SMA Negeri 2 dan memasuki masa purnatugas per 1 Februari 2021, dengan pengabdian sebagai guru selama 40 tahun (SK PNS dpk sebagai guru SD terhitung mulai tanggal: 1 Februari 1981).
Musa, selain sebagai guru, juga aktif di beberapa lembaga sosial keagamaan dan kemasyarakatan, seperti:
- Pengurus Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Ketapang (1984 – 1987),
- Salah satu penggagas berdirinya CU Keling Kumang di Pontianak bersama adik-adiknya, Munal, Mikael, dan Masiun (1 Oktober 1992),
- Salah satu pendiri CU Pancur Solidaritas Ketapang (2001),
- Salah satu pendiri Radio Komunitas “Gema Solidaritas” (Kerjasama Komisi Komsos Keuskupan Ketapang, CU Pancur Solidaritas, dan Institut Dayakologi Research and Development / IDRD) (2005),
- Ketua II DPP Paroki Katedral St. Gemma Galgani Ketapang (2005 – 2008),
- Ketua Komisi Komsos Keuskupan Ketapang (2001 – 2007),
- Ketua Pengurus CU Pancur Solidaritas Ketapang (2005 – 2011),
- Ketua Perkumpulan Radio Gema Solidaritas Ketapang (2002 – 2011),
- Anggota Pengurus Signis Indonesia / Asosiasi Nasional Lembaga Katolik untuk Komunikasi (2004 – 2007),
- Ketua Paguyuban Ayong Sekadau di Ketapang (2001 – 2007),
- Koordinator Badan Pelayanan Keuskupan Pembaharuan Karismatik Katolik (BPK PKK) Keuskupan Ketapang (2009 – 2016)
- PIC Keling Kumang Mart di Ketapang (2015 – 2020),
- Sekretaris Majelis
- Anggota Badan Pengawas Yayasan Usaba Ketapang (2016 – 2021),
- Prodiakon Paroki Katedral St. Gemma Galgani Ketapang (2017 – 2026),
- Penggagas dan Koordinator “Fatima English Club” dengan Mentor Fr. Victor Gonzaga, OSA dari Filipina (2018 – 2021).
- Anggota Pengurus Dewan Adat Dayak / DAD Kabupaten Ketapang (2012 – 2027),
- Ketua Badan Pembina Yayasan Keling Kumang (2014 – 2016),
- Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Keling Kumang (2017 – 2027).
Sejak 1 Februari 2021, Musa memasuki masa purnatugas atau pensiun sebagai Guru PNS. Ada tawaran untuk tetap menjadi guru dengan status kontrak atau honorer, tetapi Musa tidak bersedia karena ingin “alih rasa”, kata orang Ketapang setelah selama 40 tahun setiap hari “diatur oleh lonceng”. Namun demikian, pensiun tidak berarti harus “Diam di Rumah Saja” atau DRS, tetapi merupakan kesempatan untuk melakukan pekerjaan atau hobi yang belum sempat dikerjakan saat masih aktif sebagai guru.
Hidup harus terus bermakna
Belajar dari para sesepuh, “hidup harus terus bermakna” (meaningful life); tetap dibutuhkan oleh keluarga dan masyarakat. Pikiran dan fisik harus terus aktif serta difungsikan secara optimal; energik! Pensiun hanya soal angka, menurut Mahathir Muhammad, Mantan Perdana Menteri Malaysia, “kalau kita mau umur panjang, teruslah aktif seumur hidup sampai Yang di Atas berkata, CUKUP!”
Hidup manusia dapat dianalogikan sebagai sebuah kendaraan, misalnya mobil. Kalau mobil beberapa lama tidak dipakai, maka pertama-tama ACCU-nya akan soak sehingga tidak bisa dihidupkan mesinnya, setelah itu ban-nya akan kempes, setelah itu olinya akan kental/mengeras sehingga mesinnya bisa “ngejim” atau tak bisa digerakkan. Demikian juga tubuh kita, kalau jarang atau tidak digunakan akan rentan terhadap penyakit, sehingga cepat TOP (Tua-Ompong-Peot) dan kalau otak/pikiran kita jarang digunakan, maka dapat menyebabkan TOP+P (Tua, Ompong, Peot, dan Pikun).
Motto hidup Musa adalah “The greatest pleasure in life is doing what people say you cannot do”.
-- Rangkaya Bada