Korrie : Pak, Bukan Tante

Korrie Layun Rampan (kiri) Masri Sareb Putra, dan Titis Basino dalam sebuah kegiata sastra di Jogjakarta tahun 1990-an.

SanggauNews: Orang yang belum mengenal. Dari pita suara via telepon akan kecele. Lalu menyapanya: tante Korrie. Padahal, dia laki-laki sejati.

Menilik namanya, orang mengira dia wanita. Salah besar! Itulah sastrawan Korrie Layun Rampan, pria yang dilahirkan pada 17 Agustus 1953 di Barong Tongkok (Kutai Barat), Kalimantan Timur. Putra pasangan Paulus Rampan dan Martha Renihay ini malang melintang di kancah dunia sastra Indonesia.

Korrie dikenal sebagai sastrawan melalui debut novelnya, Upacara (1976) yang memenangkan sayembara mengarang roman yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Ia kuliah di Jogjakarta. 

Sembari kuliah, di Kota Gudeg ini lelaki yang senang mengenakan topi itu mengasah keterampilan bersastra dalam “Persada Studi Klub”(PSK) yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi.

Satrawan Dayak: belum tergantikan

Pada 1978, Korrie hijrah ke Jakarta dan bekerja di media. Mula-mula sebagai wartawan dan editor buku. Kemudian, menjadi penyiar RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta. Di majalah Sarinah, ia bahkan sempat menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana.

Pada 1998, Korrie menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan KesenianJakarta untuk novel Api Awan Asap yang kemudian diterbitkan PT Grasindo. Di sela-sela produktif menulis, Korrie terjun ke dunia politik.

Pada Pemilihan Umum 2004, ia menjabat sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat. Kemudian, menjadi calon legislatif dan dipercaya mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Ia sempat menjabat sebagai Ketua Komisi I di DPRD Kabupaten Kutai Barat. Selain menulis sendiri, Korrie juga menerjemahkan karya dari penulis lain, seperti karya Leo Tolstoy, Knut Hamsun, Anton Chekov, O’Henry, dan Luigi Pirandello.

Korrie tekun

Dikenal sangat tekun di dunia sastra, Korrie mengumpulkan karya para pengarang Indonesia dan kemudian membukukannya bersama Masri Sareb Putra dalam Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (PT Grasindo, 2000). 

Korrie  juga telah menulis dan merilis 25 kumpulan cerpen. 

Karyanya yang lain:

  1. Aliran Jenis Cerita Pendek (1999)
  2. Perawan (2000)
  3. Wanita di Jantung Jakarta (2000)
  4. Leksikon Susastra Indonesia (2000)
  5. Lingkaran Kabut (2000)
  6. Bunga (2002).

Hal yang menarik, Korrie juga mendorong terbitanya sastra lokal bernuansa Dayak. Ia menjadi editor sekaligus mebidani terbitnya buku Kalimantan Timur dalam Puisi Indonesia, Kalimantan Timur dalam Prosa Indonesia, dan Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia.

Ketiganya diluncurkan pada Dialog Sastra Borneo 2011 di Samarinda. Atas jasa dan kiprahnya menggiatkan sastra di Kalimantan Timur, oleh Pemerintah Daerah setempat Korrie dianugerahkan Penghargaan Seni dan sastra.

-- Masri Sareb Putra

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url