Koes Plus Mania : Lebih dari Sekadar Penggemar

Saya dan Murry, tepatnya: Murry dan saya. Akhirnya, berfose (foto bareng kale?) dengan salah satu personel Koes Plus, legenda musik Indonesia, yang saya mania.

SanggauNews: Sejak masa SD. Saya telah mengenal dan menyukai musik dari Koes Plus. 

Di tahun 1970-an, memiliki alat pemutar piringan hitam seperti pick-up merupakan kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh keluarga-keluarga yang lebih berada di kampung kami. 

Salah satu orang yang memiliki alat tersebut adalah Pak Amok, kepala SD Subsidi tempat saya sekolah Di samping itu, ada pula Bruder Frans Palland, seorang Belanda tinggi besar yang ahli dalam bidang tukang bangunan, yang membangun gereja paroki kami saat itu.

Dari Bruder Frans, atau yang orang kampung panggil dengan sebutan "Pran", kami sering mendengarkan lagu-lagu Koes Plus saban sore. 

Baca KOES PLUS : Gambar Sampul Depan Kasetnya di Anjungan KalimantanTaman Mini Indonesia Indah

Masih segar dalam ingatan. Serambi pastoran itu empat persegi. Bangkunya dengan kayu tebal dan cukup lebar. Kami, anak-anak, dengan manisnya duduk rapi. Sembari menikmati lagu-lagu Koes Plus, yang diputar Bruder Pran, dari piringan hitam.

Pengalaman pertama mendengarkan lagu Koes Plus

Pengalaman pertama mendengarkan lagu Koes Plus dari piringan hitam bersama Bruder Pran.

Pada era 1970-an, alat pemutar musik utama yang digunakan untuk mendengarkan lagu-lagu dari piringan hitam adalah pemutar piringan hitam, atau yang dikenal dengan sebutan turntable. Turntable merupakan perangkat mekanis yang didesain untuk memutar piringan hitam berukuran 12 inci dengan kecepatan rotasi yang konstan, umumnya 33⅓ atau 45 putaran per menit.

Cara kerja turntable dimulai dari mesinnya yang ditenagai oleh motor listrik. Motor ini akan menggerakkan piringan hitam secara berputar dengan kecepatan yang tepat. Di atas piringan hitam, terdapat sebuah mekanisme yang disebut tonearm atau lengan pemutar. Tonearm ini dilengkapi dengan kartrid yang terdapat jarum penggores (stylus) di ujungnya.

Ketika turntable dihidupkan dan piringan hitam diputar, jarum penggores akan digesekan secara lembut dan ajeg pada lempeng piringan yang berputar. 

Baca Belajar Plus dari Murry - Bagian I

Gerakan jarum ini akan mengubah getaran dari pola spiral yang terukir di piringan hitam menjadi sinyal listrik yang diterjemahkan sebagai suara oleh amplifikasi dan speaker.

Keistimewaan dari turntable pada masa itu adalah kualitas audio yang sangat baik yang dihasilkan, terutama pada piringan hitam dengan kecepatan rotasi yang stabil dan jarum yang tepat. Meskipun mesinnya menggunakan tenaga listrik. 

Beberapa model juga dilengkapi dengan opsi tenaga baterai untuk portabilitas yang lebih besar, meskipun umumnya digunakan di dalam rumah. Nah, karena Jangkang waktu itu belum djamah aliran listrik, Bruder Pran memutar turntable dengan baterai.

Pengalaman mendengarkan musik dari piringan hitam pada era 1970-an memberikan sensasi tersendiri, dimana Anda bisa merasakan sentuhan langsung dari musik yang dihasilkan dari getaran piringan hitam yang diputar dan jarum penggores yang mengikuti lekukan-lekukan dalamnya dengan presisi.

Di antara sekian banyak lagu yang diputar, saya menyukai semua lagunya. Namun, yang paling favorit adalah "Aku tak perduli" dari urutan ke-10 lagu yang disebutkan sebelumnya.

Memori itu masih segar dalam ingatan saya, bagaimana kami, anak-anak kampung, bersama-sama merasakan keajaiban musik yang tercipta dari lagu-lagu mereka. Setiap lagu memiliki cerita dan makna tersendiri bagi kami, membangkitkan nostalgia akan masa kecil yang penuh keceriaan dan persahabatan. 

Lebih dari sekadar musik yang enak di telinga

Warna musik Koes Plus tidak hanya menghibur. Lebih dari itu, juga mengajarkan kami tentang kehidupan, cinta, dan harapan.

Saya adalah seorang penyuka, pengagum bahkan maniak Koes Plus. Memori yang paling tak terlupakan adalah saat saya memiliki kesempatan untuk bertemu tatap muka dengan 3 personel Koes Plus: Yon, Yok, dan Murry. 

Peristiwa itu terjadi di acara syukuran tahun baru Kompas Gramedia di belakang bangunan kantor pada tahun 1997. Bagi seorang Koes Plus mania seperti saya, momentum itu benar-benar seperti mimpi yang menjadi kenyataan. 

Jangankan firasat. Bermimpin pun tidak, suatu waktu legenda grup musik idolaku, sejak SD, bisa bertemu mereka. Apakah ini suatu koinsidensia? Entahlah! Yang pasti, saya bisa merangkul Yon kala itu. Gak tinggi juga orangnya, rupanya. Namun, model rambut Yon yang aku suka, sejak lama. 

Hingga hari ini, saya masih sering menghabiskan waktu di karaoke dengan membawakan lagu-lagu Koes Plus. 

Di kampung halaman, ketika ada acara pernikahan, kadang-kadang saya tidak bisa menghindar dari panggung dan diminta untuk menyanyikan lagu-lagu mereka. 

Saya dengan senang hati memenuhi permintaan itu. Karena lagu-lagu Koes Plus telah menjadi bagian dari identitas saya.

Ada satu kali ketika rekaman saya bernyanyi "Kembali ke Jakarta" berhasil masuk ke YouTube. 

Kembali ke Jakarta, Koes Plus

Meskipun kualitas suara saya hanya pas-pasan, ini menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi saya sebagai seorang penggemar setia Koes Plus. Musik mereka tidak hanya menyatukan orang-orang tetapi juga membangkitkan semangat dan kenangan yang indah dalam hidup saya.

Top 10 lagu Koes Plus yang kusuka

Puluhan tahun memaniakan Koes Plus dan lagunya, saya punya Top Ten-nya. Berikut adalah senarai lagu Koes Plus yang Anda sebutkan:

1. Aku Tak Perduli (kenangan SMA)

2. Melati Biru

3. Bahagia dan Derita

4. Glodok Plaza Biru

5. Kutunggu-tunggu

6. Senja Demi Senja

7. Ayah

8. Kembali ke Jakarta

9. Kolam Susu

10. Hatimu Hatiku

Rambut bisa sama hitam. Namun, selera bisa berbeda.

-- Masri Sareb Putra

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url