Dinasti Politik Cornelis Tidak Mengubah Undang-Undang, Jadi Beda!
Cornelis, yang biasa disapa "Pak Uda'", mentor sekaligus guru politik bagi KMN. |
Cornelis membangun dinasti politik?
"Faktanya demikian! Tapi camkan dengan saksama: Cornelis taat hukum. Patuh pada peraturan. Mengikuti tahap demi tahap aturan main dan aturan rumah tangga partai," cetus Cornelis di kediamannya di Ngabang, 16 Juni 2024
Hal itu Cornelis perlu sampaikan menjawab sebagian kecil tudingan orang yang mengatakan dirinya dan keluarga membangun politik dinasti.
Dinasti politik Cornelis: Berbeda!
"Era sekarang, sulit mengatakan dinasti politik sebab rakyat yang memilih langsung. Kami taat pada undang-undang dan mengikuti proses. Karol itu, meniti karier politik dari awal, berproses," beber lelaki Kanayatn yang dikenal gagah berani.
"Apalagi kami tidak punya kuasa, dan tidak mengubah aturan perundang-undangan. Jadi, dinasti politik yang kami praktikkan, sangat berbeda!' terangnya.
Untuk diketahui bahwa Partai PDI Perjuangan telah mengeluarkan maklumat bahwa 6 kader PDIP maju sebagai calon pemimpin di daerah Kalimantan Barat. Satu dari 6 itu, putri Cornelis yang dikenal sebagai incumbent Bupati Landak, yakni Karolin Margret Natasha atau dikenal dengan KMN.
|
Nyatanya, seorang putri Cornelis akan maju untuk periode yang ke-2 bupati Landak. Lalu seorang lagi anggota dewan provinsi Kalimantan Barat putri Cornelis. Dan menantu seorang bupati.
Kade gali', pane diantat
Suatu waktu, menjawab tudingan orang tentang dinasti politik keluarga Cornelis, politikus senior itu hanya tertawa. Ia malah mengajukan sebuah peribahasa, dalam bahasa Kanayatn ini,
“Kade gali', pane diantat. Kade' bai'? Ahe agi' nang dipatakatna'?”
Peribahasa dalam alam pikiran, sekaligus bahasa Dayak Kanayatn, Kalimantan Barat itu, sungguh dalam maknanya. Jika diindonesiakan, kira-kira demikian bunyinya. “Jika takut, bisa diantarkan. Tapi jika tidak ada kehendak? Mau bilang apa?”
Demikianlah pepatah petitih dari alam budaya dan pikiran asli Dayak, tanah kelahiran sekaligus ranah pengabdian perempuan bernama lengkap: Karolin Margaret Natasha (KMN), sangat pas menjelaskan. Terutama latar belakang serta bagaimana “politik bukan-dinasti” yang ia jalani.
Anak kandung politikus senior yang dimentoring
Benar bahwa Karol anak kandung politikus senior dan nasional, Drs. Cornelis, S.H., M.H. Namun, ia bukan politisian dadakan. Seorang yang ujug ujug mentas di panggung mahakeras dan panas itu.
Lalu tiba-tiba ditunjuk menduduki tempat penting dalam partai. Lalu maju ke Senayan, mewakili rakyat Kalimantan Barat yang raihan suaranya sangat mencengangkan: tertinggi se-Indonesia. Mengalahkan siapa pun. Termasuk Puan Maharani.
Bukan tiba-tiba begitu saja. Melainkan Karol dipersiapkan sejak belia, oleh sang ayah, untuk berkancah dan bertarung di panggung politik. Sangat keras. Namun, ia bisa lentur bermain-main di gelombang pasangnya. Karena dimentori sang ayah tadi.
Kiranya trah Kennedy dan Bush di Amerika, Bhutto di Pakistan, Macapagal dan Aquino di Filipina serta Gandhi di India pas untuk menjadi patok-duga, pembandingnya.
Cornelis dan Karolin Margret Natasa (KMN) menyangkal tudingan bahwa mereka sedang membangun dinasti politik secara sembrono. Mereka menekankan bahwa setiap langkah yang mereka ambil melibatkan proses, kompetensi, dan kompetisi yang sejati. Tidak ada jaminan kesuksesan hanya karena hubungan darah.
Politik dinasti yang dimainkan oleh trah Cornelis memiliki nuansa yang berbeda. Keluarga ini lebih mengedepankan nilai-nilai demokrasi, partisipasi publik, dan kompetensi dalam mengemban tugas-tugas politik.
Bahwa sah sah saja anak, cucu, cicit seorang politisian meneruskan jejak langkah dan karier serta mengalirkan darah politik pendahulunya. Dengan catatan: asalkan melalui, dan mengalami proses. Kompeten. Punya kemauan keras untuk “menjadi”. Dan, seperti pepatah petitih Kanayatn tadi: mau!
Dalam hal dunia politik ini, bagaimanapun sang ayah memaksakan kemauan kepada sang anak, tapi kalau yang bersangkutan tidak mau, tetap saja tidak bisa.
Syarat pertama adalah bahwa sang anak: mau. Bagaimana menjadi politisian yang andal, dan sukses, itu perkara “diantat”. Bukan sekadar dalam arti harfiah, diantar ke panggung politik, melainkan dipersiapkan sejak dini dengan matang.
Karier dan perjalanan politik KMN
Informasi | Detail |
---|---|
Tempat dan Tanggal Lahir | Mempawah, Terusan, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia, 12 Maret 1982 |
Karier Bidang Politik | - Anggota Komisi IX DPR RI periode 2009-2014 |
- Anggota Komisi IX DPR RI periode 2014-2019 | |
- Bupati Landak (2017-2022) |
Karolin Margret Natasa mulai mencuatkan nama sebagai wanita-politisian ketika anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan, tenaga kerja.
Mencuat ketika Komisi IX DPR
Sang dokter maju dari dapil Kalimantan Barat seperti pada Pemilu 2009 yang meliputi seluruh kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Barat: Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Landak, Kubu Raya, Ketapang, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, Kota Pontianak, dan Singkawang.
Hal yang mengagumkan adalah bahwa pada Pemilu 2009, Karolin meraih 222.021 suara (peringkat ketiga nasional), sedangkan dalam Pemilu 2014, dia meraih 397.481 suara sah yang menempatkan dia di peringkat pertama caleg dengan raihan suara terbanyak se Indonesia.
Raihan mendulang suara dukungan ini, patut untuk dicatat sejarah sebagai prestasi nasional. Bagaimana prestasi bidang politik yang tidak tiba-tiba, melainkan Karolin meniti karier bidang politik sejak dini, yang dimentori ayahnya sendiri.
Selain itu, Karolin juga aktif di bidang organisasi sejak mahasiswa di Universitas Atmajaya dan sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik Periode 2015- 2018-2021.
Masih cukup banyak orang mengira bahwa Karolin naik ke puncak dan meraih prestasi politik karena faktor dinasti, yang given begitu saja. Yakni dari faktor keturunan dari sang ayah yang dikenal sebagai Bupati Landak (2001-2006-2007), Gubernur Kalimantan Barat (2008–2018) dan anggota DPR-RI (2019-2024).
Sungguh terlalu dini mengatakannya demikian. Jangan hanya melihat Karol, nama panggilannya, seperti saat ini. Akan tetapi, lihatlah sedari dini. Ketika sejak usia belia, telah biasa menyaksikan, mendengar, melihat, serta belajar dari sang ayah bagaimana hidup berpolitik, dan dari politik.Karol merespons stimuli yang dari penginderaan itu. Tidak mengherankan, “bakat politik”-nya seperti gen. Ditambah suasana yang kondusif, jadilah ia seorang salah satu politisan-perempuan yang diperhungkan di negeri ini, pada abad ini.
Taat Asas dan proses dalam Politik
Dalam konteks politik dinasti yang diterapkan oleh trah Cornelis, terlihat perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan pandangan umum yang mungkin dimiliki oleh banyak orang.
Perbandingannya dapat diilustrasikan dengan pemimpin dan tokoh dunia lain yang juga memiliki darah politik dari garis keturunan mereka.
Pertama-tama, penting untuk mencatat bahwa Cornelis dan Karolin Margret Natasa (KMN) menyangkal tudingan bahwa mereka sedang membangun dinasti politik secara sembrono. Mereka menekankan bahwa setiap langkah yang mereka ambil melibatkan proses, kompetensi, dan kompetisi yang sejati. Tidak ada jaminan kesuksesan hanya karena hubungan darah.
Dalam konteks politik saat ini, rakyat memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin mereka. Ini adalah perubahan yang signifikan dari era yang lama di mana seorang penguasa dapat menjadi otoriter dan menentukan segalanya tanpa keterlibatan rakyat. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya partisipasi publik dalam proses politik dan penekanan pada prinsip demokrasi.
Dalam hal ini, Cornelis dan KMN menekankan bahwa keberlanjutan dalam politik tidak hanya bergantung pada faktor keturunan, tetapi lebih pada kemampuan, kompetensi, dan kemauan untuk melayani masyarakat dengan baik.
Kesuksesan dalam politik harus diukur melalui prestasi dan kontribusi konkret yang dibawa oleh seorang pemimpin, bukan hanya melalui garis keturunan politik.
Dengan demikian, politik dinasti yang dimainkan oleh trah Cornelis memiliki nuansa yang berbeda. Keluarga ini lebih mengedepankan nilai-nilai demokrasi, partisipasi publik, dan kompetensi dalam mengemban tugas-tugas politik.
Itulah perbedaan yang mencolok dalam pandangan keluarga "Danau Sentarum" terhadap politik dinasti jika dibandingkan dengan pandangan tradisional yang mungkin dihadapi oleh masyarakat umum. (Rangkaya Bada)