Dua Burung Enggang Samping Muka Katedral Pontianak
Tiang tiggi kayu belian yang menjulang di samping muka halaman katedral, Pontianak, itu sungguh mempesona.
Bukan saja pengunjung mengagumi ukiran dan keinahannya. Lebih dari itu, juga merupakan pralambang dari sepasang burung enggang yang seakan terbang di ketinggian. Lalu hinggap di atas pucuk tugu kayu belian itu.
Mengapa 2?
Angka 2 berati: sepasang. Meningatkan pada kisah dalam Perjanjian Lama, di mana Nabi Nuh dalam Kejadian 7: 3 "juga dari burung-burung di udara tujuh pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturunannya di seluruh bumi."
Demikianlah alasan mengapa sepadang enggang terpatri di tugu samping muka Katedral, Pontianak. Selain menggambarkan suasana alam dan budaya setempat. Mencirikan Gereja yang berakar pada budaya tempatan.
Enggang, dalam bahasa Inggris, disebut sebagai "hornbill" adalah burung yang memiliki banyak nama di berbagai daerah.
Di beberapa tempat, burung ini disebut "ruai", sementara di tempat lain disebut "conalakng".
Namun, apa pun namanya, enggang memiliki kedudukan istimewa sebagai simbol budaya Dayak pada umumnya. Mengapa dikatakan "pada umumnya"? Sebab, tidak semua sub-suku Dayak menggunakan enggang sebagai simbol mereka. Sebagai contoh, suku Dayak Lundayeh atau Idi Lun Bawang memilih buaya sebagai simbol mereka.
Enggang memiliki beberapa karakteristik menarik yang membuatnya menjadi simbol penting.
Burung enggang memakan buah-buahan segar, yang mencerminkan kesucian dan kebersihan. Enggang tinggal dan bersarang pada carang dan dahan-dahan kayu yang tinggi, menandakan posisinya yang mulia dan jauh dari gangguan.
Kemampuan pendengaran enggang sangat awas, membuatnya sigap manakala ada musuh yang mengancam.
Selain itu, pemandangan burung enggang sangat jauh dan jangkauan matanya luas sekali, sehingga ia mampu menguasai sekitarnya dengan baik. Karakteristik ini menjadikan enggang simbol kebijaksanaan, kekuatan, dan keberanian, yang sangat dihargai dalam budaya Dayak.
Tidak semua Dayak simbolnya enggang, ada yang buaya
Dalam seni dan kerajinan Dayak, enggang sering digambarkan dengan detail yang rumit dan penuh makna. Enggang melambangkan roh leluhur dan memiliki tempat dalam berbagai ritual dan upacara adat. Sementara itu, bagi suku Dayak Lundayeh atau Idi Lun Bawang, buaya memiliki makna simbolik yang berbeda.
Buaya dianggap sebagai penjaga dan pelindung Dayak Lundayeh atau Idi Lun Bawang. Hewan kuat yang dapat hidup di dua dunia (air dan darat) ini menggambarkan kekuatan dan ketahanan. Simbolisme buaya dalam budaya mereka juga bisa dilihat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari cerita rakyat hingga ukiran kayu.
Perbedaan simbolisme antara enggang dan buaya ini mencerminkan kekayaan dan keragaman budaya Dayak. Setiap sub-suku memiliki kepercayaan dan tradisi yang unik, yang memberikan identitas khusus bagi masing-masing kelompok.
Dengan memahami simbol-simbol ini, kita dapat lebih menghargai dan memahami kedalaman budaya Dayak serta keragaman yang ada di dalamnya.
--Rangkaya Bada