Kantor Baru CU Keling Kumang dan "Sumur Yakub" di Tanah Simpang Tiga Sekadau
SANGGAU NEWS : Hari itu, Senin, 25 Maret 2024 adalah Hari Ulang Tahun Credit Union Keling- Kumang (CUKK) yang ke- 31. Pada hari penting ini agenda kegiatannya adalah Peletakan Batu Pertama pembangunan Kantor CU Keling Kumang Cabang Sekadau di pagi harinya dan Misa Syukur Ulang Tahun di Kantor Pusat di Tapang Sambas pada sore harinya.
Misa Syukuran ini di
ikuti oleh segenap aktivis CU Keling Kumang yang dipimpin oleh Pastor Gusti
dari Sei Durian Sintang dan Pastor Marselinus dari Paroki Monumental, Sekadau.
Pembangunan di atas Tanah “Simpang Tiga”
Tanah “Simpang Tiga”, begitulah banyak orang menyebutnya terutama di kalangan anggota CU Keling Kumang.
Sebenarnya, penyebutan Simpang Tiga itu salah kaprah, entah siapa yang memulainya dulu. Faktanya, tanah bekas lokasi Gedung SPG St. Paulus Sekadau dan Gedung SMPK St. Gabriel Sekadau itu sejatinya “Simpang 4”. Yang pertama sebelah utara ke arah Jalan Sintang, kedua ke barat ke arah barat menuju Sei Ringin atau Pasar Sekadau, ketiga ke arah timur menuju Rawak dan ke empat ke arah tenggara, arah ke Sanggau/ Pontianak.
Persekolahan Katolik ini didirikan oleh Prefektur Apostolik Sekadau melalui Yayasan Karya Sekadau. SMPK St.Gabriel berdiri pada tahun 1968 dan sekarang sudah pindah ke Jalan Rawak, berdampingan dengan SMA Karya Sekadau.
Adapun SPG St. Paulus Sekadau didirikan pada tahun 1971. Namun, sekolah pendidikan guru yang banyak jasanya ini terpaksa ditutup pada tahun 1991 karena perubahan regulasi pemerintah yang mengharuskan guru yang berdiri di depan kelas haruslah lulusan Perguruan Tinggi atau lulusan Strata Satu (S-1).
Pusat persekolahan Katolik yang awalnya berada di lokasi ini, sekarang berada di Jalan Rawak, dimana di samping ada SMPK St. Gabriel dan SMA Karya, juga terdapat SD Slamet Riyadi dan PAUD dan Taman Kanak- Kanak (TK) St. Gemma Sekadau.
Tanah Simpang Tiga ini adalah milik Lembaga Partai Persatuan Dayak (PD), yang dihibahkan ke Prefektur Apostolik Sekadau pada tahun 1960-an untuk lokasi Persekolahan.
Para tokoh Partai Persatuan Dayak yang notabene juga merupakan para tokoh Katolik itu, bersedia menghibahkan tanah tersebut karena tujuan penggunaannya sejalan atau se-visi dengan visi Partai Persatuan Dayak, yaitu untuk kesejahteraan masyarakat banyak (bonum commune).
Pada tahun 2012, setelah sekitar 50-an tahun digunakan (SPG ditutup dan SMPK pindah ke Jalan Rawak), maka menurut Munaldus, Ketua CU Keling Kumang saat itu, Mgr. Yulius Mencuccini,CP meminta CU Keling Kumang yang mengambilnya, membelinya dengan harga pantas.
Menurut beberapa sumber, banyak pihak swasta yang mau membelinya, bahkan dengan harga lebih tinggi, tetapi Bapak Uskup Sanggau itu menyadari bahwa tanah itu diperoleh Gereja secara hibah demi kepentingan masyarakat banyak, untuk pengembangan bidang Pendidikan.
Nah, kalau diambil oleh CU.Keling Kumang,
semangatnya tetap sama, yaitu untuk kepentingan masyarakat banyak (bonum
commune), hanya berubah untuk kepentingan pengembangan bidang ekonomi
kerakyatan; peningkatan taraf hidup anggota melalui Credit Union.
CUKK Kantor Cabang “Sekadau Bersatu” dan Bedarak
Pembangunan Kantor Cabang “Sekadau
Bersatu” yang baru di lokasi ini, akan menggantikan kantor lama yang berada di
Jalan Rama, wilayah Jalan Sanggau yang jaraknya sekitar 1700 m dari lokasi yang
akan dibangun sekarang.
“Bapak Rohani” Komunitas Dayak Iban/ Komunitas Gerakan CU Keling Kumang, Bandi Anak Ragai, yang populer dengan nama pesaling Apai Janggut, memimpin ritual Bedarak. |
Ada 3 rangkaian acara peletakan pertama pembangunan Gedung baru, yang terdiri atas 3 lantai ini (lantai dasar, lantai 2 dan roof top yang bisa digunakan untuk ruang pertemuan). Pertama adalah ritual adat “Bedarak” yang dipimpin oleh “Bapak Rohani” Komunitas Dayak Iban/ Komunitas Gerakan CU Keling Kumang, Bandi Anak Ragai atau yang sering dipanggil “Apai Janggut” yang berasal dari Rumah Betang Sungai Utik, Kapuas Hulu.
Acara “Bedarak” ini, pertama bertujuan meminta izin/ permisi kepada Petara/ Jubata penguasa Tanah, Air dan Udara (langit dan bumi), meminta restu, sekaligus meminta perlindungan dan penjagaan. Sedemikian rupa, sehingga Gedung ini dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan bermanfaat untuk kepentingan orang banyak, khususnya para anggota CU.Keling Kumang. Kedua, “meneropong masa depan”, dengan media hati babi yang disembelih/ dikorbankan saat itu.
Membaca masa depan secara rohani
Menurut Apai Janggut “terbaca” bahwa kantor ini akan berfungsi dengan baik sesuai harapan dan banyak orang akan mendapat manfaat dari Gedung ini. Menurut Stefanus Masiun, Ketua CU.Keling Kumang saat ini, disamping digunakan untuk Kantor Pelayanan CU Keling Kumang,
Gedung
ini juga digunakan untuk Hotel SMK Keling Kumang yang bertujuan untuk sarana
praktek perhotelan bagi siswa siswi SMK Keling Kumang Sekadau. Setelah acara
Bedarak, dilanjutkan acara pemberkatan lokasi pembangunan yang dipimpin oleh
Pastor Martinus,CP, Pastor Kepala Paroki Sekadau dan terakhir adalah upacara
peletakan batu pertama yang didaului dengan beberapa sambutan, seperti dari
Ketua CU Keling Kumang dan CEO CU Keling Kumang.
Sumur “Yakub” dan “Rehobot”
Ada satu hal menarik di lokasi pembangun kantor ini, yaitu sebuah sumur tua dan besar yang dipakai sejak 50-an tahun lalu.
"Airnya masih nampak jernih dan bagus”, kata Masri Sareb Putra, Kepala Puslitdianmas ITKK yang menyebutnya sebagai Sumur “Yakub” seperti dalam Kitab Suci.
Penampakan Sumur "Yakub" Sekadau itu. |
Siapa yang menggali sumur ini, penulis sampai hari ini belum menemukan informasinya.
Sumur tua ini dulu digunakan oleh anak- anak Asrama Putra St. Gabriel Sekadau yang berjumlah sekitar 250 orang, yang menempati lantai 2 gedung SMPK St. Gabriel Sekadau, yang terdiri dari Siswa SMPK dan SPG St.Paulus Sekadau saat itu.
Menurut Munal, sumur ini harus tetap dipertahankan dan dipelihara sebagai sebuah monumen sejarah.
Menurut Miukang, salah seorang tokoh properti
masyarakat Sekadau, dengan sumur ini, Gedung baru ini akan menghemat biaya Rp
15 – 16 juta / bulan, terutama untuk menghemat operasional Hotel SMK Keling
Kumang. Paulus Misi, salah seorang Pengurus Yayasan Pendidikan Keling Kumang
mengusulkan agar diberi nama “Sumur Keling Kumang”.
Masri (kiri) sumur Yakub dan Miukang, sang pemborong: sumur ini menghemat biaya Rp 15 – 16 juta / bulan.
Dalam Kitab Yohanes,4; 7 – 14 tertulis,"Kemudian datanglah seorang perempuan Samaria hendak mengambil air. Maka kata Yesus kepadanya: Berilah Aku minum. Sebab murid-murid-Nya pergi ke kota membeli barang makanan. Maka berkatalah perempuan Samaria itu kepada-Nya: Bagaimana Engkau seorang Yahudi minta minum kepada aku seorang perempuan Samaria? Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Jawab Yesus, lalu berkata kepadanya: Jika engkau mengetahui karunia Allah dan siapa Dia yang berfirman kepadamu: Berilah Aku minum, tentulah engkau akan meminta kepada-Nya, dan Ia akan memberikan kepadamu air hidup. Kata perempuan itu kepada-Nya: Tuan tidak mempunyai bejana untuk menimba air, dan sumur ini dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu? Bukankah Engkau lebih besar dari pada bapa kami, Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami, dan ia minum dari padanya beserta anak-anaknya dan ternaknya? Jawab Yesus dan berkata kepadanya: Barangsiapa minum air ini akan haus lagi; tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus selama-lamanya; bahkan air yang akan Kuberikan kepadanya itu akan menjadi dalam dirinya seperti mata air yang terus-menerus memancar air kehidupan sampai kepada hidup yang kekal.”
Ada tafsiran bahwa
sumur Yakub itu diberi nama “Rehobot” (sumur yang tak pernah kering). Kata
"Rehobot" berasal dari bahasa Ibrani dalam Alkitab. Secara etimologis,
"Rehobot" berasal dari dua kata Ibrani, yaitu "rehob" yang
berarti "lebar" atau "tanah lapang", dan "bot"
yang berarti "sumur air".
Jadi, secara harfiah, "Rehobot" dapat diartikan sebagai "tanah lapang dengan banyak sumur air". Kata ini muncul beberapa kali dalam Alkitab Ibrani dan digunakan untuk menyebutkan suatu tempat atau lokasi geografis yang sejuk, subur, dan banyak menghasilkan air yang melimpah.
Salah satu contohnya adalah di dalam Kisah Kejadian, di mana digambarkan sebuah tempat bernama "Rehobot Barang", di mana Isaac menetap di sana dan dikaruniai tanah yang kelimpahan dan subur.
Sebuah posko perhentian juga
disebutkan di dalam Alkitab, yaitu "Rehobot di tepi sungai", yang
terletak di pantai timur sungai Nil.
Tempat subur dan hasil pertanian melimpah
Dalam banyak
budaya, Rehobot sering diasosiasikan dengan tempat yang subur dan menghasilkan
air yang melimpah, sehingga mengandung makna positif ,”sumur yang tak pernah
kering”. Sejumlah gereja, jalan raya, dan bisnis juga mengambil nama
"Rehobot" sebagai bentuk penghormatan atas makna dan arti yang
terkandung di balik kata tersebut.
Dalam Alkitab,
tempat bernama Rehobot disebutkan beberapa kali dan memiliki arti penting bagi
berbagai tokoh dalam cerita Alkitab tersebut. Berikut beberapa alasan mengapa
Rehobot menjadi terkenal dalam Alkitab:
- Rehobot sebagai Tanah yang Subur
Rehobot pertama kali disebutkan di dalam Kitab Kejadian, di mana Abraham dan keturunannya menetap di daerah itu dan mendapatkan tanah yang subur dan produksi hasil pertanian yang melimpah. Hal ini menunjukkan bahwa tempat ini sangat subur dan menghasilkan banyak hasil pertanian dan pertanian. Rehobot kemudian menjadi destinasi penting bagi orang-orang nomaden untuk beristirahat dan memasok persediaan. - Rehobot sebagai Destinasi Perpindahan
Kisah Kejadian juga menceritakan bahwa Isaac dan keluarganya pindah ke Rehobot setelah keluar dari Gerar. Hal ini menunjukkan bahwa Rehobot menjadi tempat perhentian atau istirahat bagi orang-orang saat mereka melakukan perjalanan untuk mencari tempat tinggal yang baru. - Rehobot sebagai Simbol Pemilik Tanah
Pada saat hidupnya, Isaac mengembangkan sistem irigasi yang canggih untuk mengairi tanah yang subur di sekitar Rehobot. Hal ini menunjukkan bahwa Isaac memiliki kontrol yang kuat terhadap sumber daya alam di sekitarnya dan dapat menghasilkan banyak panen. Rehobot kemudian menjadi simbol kepemilikan tanah dan kemakmuran bagi keturunan Isaac.
Jadi, terkenalnya Rehobot dalam Alkitab adalah karena tempat ini dikaitkan dengan produksi hasil pertanian yang melimpah. Sekaligus sebagai destinasi perpindahan dan perhentian, serta simbol kepemilikan tanah dan kemakmuran. Dalam banyak budaya,
Rehobot juga dianggap sebagai simbol harapan dan kekayaan, sehingga membuatnya menjadi saluran inspirasi dan penghiburan bagi banyak orang.
- R. Musa Narang