Jaroh : Bahan Menuba sebagai Ujud Natural Intelligence Manusia Dayak
Jaroh/ komanah, bahan menuba tradisional orang Dayak. Dok. Penulis. |
SANGGAU NEWS : Jaroh, atau komanah, namanya dalam bahasa Dayak Jangkang (Djo: ISO 639-3: djo). Adalah salah satu dari sekian banyak bahan tuba, materi untuk menangkap ikan, ala orang Dayak.
Kehadiran jaroh atau komanah dalam budaya Dayak, merupkan salah satu warisan berharga yang memperkaya tradisi menuba di Kalimantan. Menuba, atau menangkap ikan dengan bahan alami jaroh ini juga ujud bahwa orang Dayak memiliki Natural Intelligence (Kecerdasan Alam) di atas rata-rata, sebab mereka adalah bagian dari alam semesta.
Jaroh: tuba alami, ujud kecerdasan alam
Kegunaan bahan tuba alami ini sungguh luar biasa. Sangat kental terasa ketika musim kemarau panjang, biasanya dari bulan Juli hingga Agustus.
Pada musim kemarau, sungai-sungai yang melintasi Kalimantan mengalami surut, membuka peluang untuk menggelar upacara menuba yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Dayak.
Keunikan jaroh terletak pada buahnya yang bulat persegi besar, hampir seukuran jempol tangan orang dewasa. Buah yang matang dari tanaman ini dihargai sebagai bahan utama dalam upacara menuba. Dengan penuh kehati-hatian, masyarakat Dayak mengumpulkan buah jaroh yang telah matang. Mereka dengan saksama mengikuti siklus alam yang menciptakan kondisi ideal bagi tradisi menuba yang melibatkan seluruh warga ini.
Proses selanjutnya melibatkan tumbukan halus buah jaroh, membebaskan esensi alaminya ke dalam air sungai yang surut. Hasil dari proses ini memberikan efek memabukkan pada ikan-ikan yang berenang di dalam sungai. Dengan cara yang unik dan penuh tradisi, ikan-ikan tersebut naik ke permukaan air, mengapung tanpa kendali.
Inilah momen yang penuh antusiasme bagi para penuba, yang bersiap-siap untuk menangkap ikan-ikan yang terpengaruh oleh jaroh.
Menuba: Mengambil dan memanfaatkan SDA secukupnya
Tradisi menuba Dayak tidak hanya menciptakan hubungan erat antara masyarakat dan lingkungan alam, tetapi juga memperlihatkan kebijaksanaan dalam memanfaatkan bahan alami tanpa menimbulkan bahaya bagi ekosistem sungai dan manusia.
Jaroh bukan hanya sekadar bahan tuba alami; ia mewakili warisan kearifan lokal dan kebersamaan dalam menjaga tradisi, sekaligus menjaga keseimbangan ekologi yang melekat dalam kehidupan masyarakat Dayak di Kalimantan.
Keunikan jaroh tidak hanya terbatas pada kemampuannya memabukkan ikan dalam waktu yang singkat, tetapi juga mencerminkan kearifan alam dan kebijaksanaan masyarakat Dayak dalam menjaga keseimbangan ekosistem sungai.
Proses menuba yang digunakan oleh para penuba tidak hanya melibatkan pengambilan ikan secara acak, melainkan melibatkan pemilihan ikan yang matang dan berukuran besar.
Jaroh: Keunggulan dan kecerdasan alam manusia Dayak
Para penuba, dengan kebijaksanaan yang terpelihara dari generasi ke generasi, hanya menangkap ikan yang besar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian populasi ikan dan memberikan peluang bagi ikan-ikan kecil untuk tetap hidup dan berkembang biak di habitat alaminya.
Praktik menuba dengan bahan alami ini mencerminkan pemahaman mendalam akan peran ikan dalam menjaga keseimbangan ekosistem sungai, serta tanggung jawab untuk melestarikan sumber daya alam.
Dengan memberi kesempatan kepada ikan-ikan kecil untuk berkembang biak, tradisi menuba Dayak tidak hanya menjadi sebuah upacara memabukkan semata, melainkan juga menjadi wujud dari kepedulian terhadap lingkungan.
Keberlanjutan dari kegiatan menuba ini menjadi salah satu pilar dalam siklus alam yang terjaga, memastikan kelangsungan hidup ikan dan menjaga ekosistem sungai tetap seimbang.
Jaroh bukan hanya menjadi alat untuk menangkap ikan, tetapi juga menjadi simbol keberlanjutan dan keharmonisan antara manusia dan lingkungan. Melalui tindakan bijaksana ini, tradisi menuba tidak hanya menjadi warisan budaya yang kaya, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam, menjaga keseimbangan, dan memberikan peluang kepada makhluk hidup lainnya untuk terus berkembang biak.
- Rangkaya Bada