Bologna Book Fair 2 : Jahit Jas di Rawabelong dan Bikin Paspor di Merak
Setelan jas lengkap yang dijahit di pertigaan Rawabelong, Jakbar, dikenakan di Bologna, Itali. |
SANGGAU NEWS : Berita gembira dan keputusan penting dari kantor PT Grasindo disampaikan oleh Zus Nora Sutadi, yang menjabat sebagai sekretaris manajer eksekutif.
Terbetik siapa yang akan diutus sebagai perwakilan PT Grasindo ke kota Bologna, Itali. Kehormatan tersebut jatuh kepada saya dan Ariobomo Nusantara.
Baca Bologna Book Fair 1 : Sukacita Perjalanan dan Pengalaman Mengikuti Pameran Buku Internasional
Seperti diketahui bahwa ada 2 event besar dan penting pameran buku internasional. Buku umum di Frankfurt, Jerman. Sedangkan buku anak-anak di Bologna.
Zus Nora Sutadi memberikan informasi bahwa selain syarat administratif yang telah diurusnya, kami diminta untuk mengukur jas lengkap masing-masing sebanyak 2 set.
Maka pada suatu siang kami pergi ke tukang jahit pertigaan Rawa Belong, Jakarta Barat. Saya dan Ariobomo Nusantara diantar oleh YB Sudarmanto.
Di Rawabelong, kami secara cermat mengukur jas lengkap yang akan menjadi pakaian kehrmata bagi kami saat menghadiri Bologna International Book Fair. Meski di dunia Barat, mengenakan setelan jas lengkap merupakan pemandangan yang biasa.
Hal yang mengejutkan: Kami dikabari akan mendapat uang saku, selama dinas luar negeri itu dalam bentuk mata uang dolar. Berita itu bikin hati berdebar. Membuat menunggu turunnya uang dinas luar negeri turun dengan tidak sabar.
Jas warna biru dan hitam
Pilihan warna jas lengkap pun menjadi keputusan yang harus diambil. Saya memilih warna biru dan hitam untuk jas lengkap saya. Kedua warna tersebut diharapkan dapat mencerminkan profesionalisme dan keberlanjutan merek PT Grasindo. (Hingga kini, jas saya masih dalam kondisi terawat baik, dan sesekali dikenakan pada acara yang pas).
Selain pengukuran jas lengkap, persiapan lain yang tidak kalah penting adalah paspor. Pada tahun 1997, saya membuat paspor di Merak, dekat pelabuhan. Proses pembuatan paspor ini ditemani oleh AG Harsono dan Toyo, yang mahir dalam menyetir.
Sebagai ungkapan terima kasih, saya menyajikan traktiran makan nasi padang di rest area. Meskipun pada saat itu harga nasi padang terasa "lumayan" bagi isi kantong, namun hal tersebut menjadi sebuah kenangan manis sebagai ungkapan terima kasih kepada teman-teman yang setia.
Proses persiapan perjalanan ke Bologna dari Jakarta ternyata semakin terurus dengan bantuan Zus Nora, yang mengurus tiket penerbangan. Kami hanya tinggal menaiki pesawat. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa penerbangan kami akan transit terlebih dahulu di Frankfurt, sebelum melanjutkan perjalanan dengan pesawat lain menuju Bologna.
Pesawat Lufthansa, German Airlines
Dari bandara Soekarno-Hatta, aaya dan Bimo naik pesawat Pesawat Lufthansa, German Airlines. Wuuu! Besar sekali! Sungguh saya merasa takjub. Mana kursinya besar dan nyaman. Penumpangnya tidak berjejal.
Perjalanan panjang dari Jakarta ke Bologna memakan waktu belasan jam, bahkan puluhan jam, tergantung pada rute dan waktu transit.
Setelah tiba di Frankfurt, kami harus menunggu untuk melanjutkan perjalanan ke Bologna dengan pesawat berikutnya. Selama dalam pesawat Airbus tersebut, saya dan Bimo menghabiskan waktu dengan tidur dan mendengarkan musik, mencoba sebisa mungkin untuk mengatasi jet lag dan mempersiapkan diri untuk acara di Bologna.
Tentu saja, dalam perjalanan yang cukup lama ini, pesan makanan dan minuman menjadi aktivitas yang tak henti-hentinya dilakukan.
Sebagai bentuk mengatasi kebosanan atau sekadar menikmati momen bersama di tengah perjalanan yang panjang. Kami memesan makanan dan minuman di pesawat menjadi sebuah kenangan dan pengalaman tersendiri dalam perjalanan menuju Bologna. Meski harga di pesawat mungkin lebih mahal, namun hal tersebut menjadi bagian dari kenyamanan perjalanan dan pengalaman yang tak terlupakan.
Setelah mendarat di Bandara Frankfurt, saya disambut oleh pemandangan yang tak terduga. Keterkejutan melanda saat saya melihat seorang anjing pelacak yang begitu besar, mungkin satu-satunya hal yang dapat menyamai ukurannya adalah keheranan yang masih memuncak di dalam diri saya.
Selain itu, pemandangan tak terlupakan dari lengan polisi Jerman yang sebesar paha saya turut menambah rasa kagum dan kekhawatiran.
Proses pemeriksaan di bandara Frankfurt dilakukan dengan ketat dan menggunakan peralatan canggih. Meskipun terasa mengejutkan pada awalnya, namun kami berhasil lolos dari pemeriksaan tersebut.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan dengan penerbangan menuju bandara Bologna.
Di atas ketinggian benua biru, merasa takjub
Di atas ketinggian, saya merasakan perasaan takjub yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Keterpesonaan dan kebanggaan bercampur menjadi satu. Melintasi Benua Biru, suatu hal yang dahulu hanya menjadi angan-angan, kini menjadi kenyataan.
Dalam hati, saya merenung dan berkata, "Kini aku benar-benar melintas negeri para misionaris yang dengan gigih dan penuh pengorbanan telah melayani tanahku, bumi Borneo. Mereka menempuh perjalanan gonta gani pesaan dan kapal laut berbulan-bulan lamanya?"
Saya sengaja melihat ke bawah. Kabut menutupi pemandangan. Namun, terkadang tampak juga permukaan bumi. Biru! Ketika akan mendarat di lapangan terbang Bologna, baru saya benar-benar konsentrasi untuk pendaratan.
Benua Eropa memang dingin! Nuansa dan panoramanya sungguh berbeda denan Asia, apalagi Indonesia.
Semuanya terasa seperti sebuah mimpi yang jadi kenyataan. Perasaan bersyukur dan rasa hormat kepada para pionir dan pejuang yang telah membuka jalan bagi kami menjadi semakin mendalam.
Perjalanan ini bukan hanya sebuah petualangan fisik melintasi benua, tetapi juga perjalanan melintas waktu dan sejarah, yang membuatnya begitu berharga dan mengesankan.
- Masri Sareb Putra