Homo Faber: Bekerja untuk Kemuliaan
Gambar hanyalah ilustrasi bahwa untk mendapatkan "makan", manusia harus bekerja.
Barangsiapa yang tidak bekerja, hendaklah jangan makan!
Ada tertulis demikian. Sekilas, tampak sangat keras peringatannya. Tapi itulah bedanya manusia dengan bukan-manusia. Selain bekerja akal budi dan nurani juga pembeda manusia dengan makhluk hidup yang bekerja dan makan minum.
Kerja adalah hakikat manusia
20 tahun bekerja di Kompas-Gramedia, saya diajarkan oleh pendiri utama tentang kemuliaan manusia bekerja. Nancap di kepala saya, hingga detik ini, kata-kata Pak JO (Jakob Oetama).
Homo faber. Apa artinya? Artinya, manusia (ditakdirkan), atau hakikatnya bekerja untuk hidup (baik). Setelah jatuh dalam dosa, manusia berjuang, bekerja, bertahan, bekerja keras untuk hidup. Bekerja itu ujud kemuliaan, martabat, harkat manusia.
Itu nilai pekerjaan manusia yang diturunkan Kompas-Gramedia ke kami. Sedemikian rupa, sehingga yang namanya habit, perilaku, budaya kerja orang Kompas-Gramedia (saya dan Kang Pep), sama. Meski dalam 15 tahun belakangan, budaya kerja itu, sudah kian surut. Tidak seperti zaman kami lagi. Saya bisa bersaksi dalam hal makin tergerusnya nilai-nilai inti ini.
Di medsos. Terutama di FB. Saya menerima suatu capture Tweet yang amat sangat menarik. Lihatlah ilustrasinya!
Saya serta-merta komentar yang demikian ini:
Kerja utk diri sendiri! Jngn merasa bekerja utk orang lain. Apa ia mikir risiko tdk laku, rusak, juga bahan2 produksi lainnya?
Sungguh, nurani saya terganggu oleh ciutan seperti itu. Sepihak. Sangat sepihak. Lagi pula, pikirannya picik dan sempit. Bak katak dalam tempurung.
Kembali ke kemuliaan pekerjaan
Apa sih yang tidak mengeluarkan tenaga dan pikiran manusia? Untuk makan saja, perlu usaha. Mengambil makanan. Lalu menyendok dan memasukkannya ke dalam mulut. Setidaknya, membuka mulut. Jika toh harus disuap.
Jadi, homo faber itu hakikat!
Waktu jadi karyawan, 23 tahun, saya tak pernah ada dalam pikiran menuntut berlebihan kepada pemberi kerja. Malah, saya senantiasa bertanya: Apa yang bisa saya sumbangkan untuk pemberi kerja?
Kalau kita hitung-hitung pada perusahaan, perusahaan juga akan hitung-hitung dengan kita!
Balas-jasa tidak selalu instan. Tidak selalu uang. Suatu waktu, jika ada promosi jabatan, kita akan diingat, karena kita seorang part of solution, bukan part of problem!
Saya kini di posisi penyedia/ pemberi kerja. Meski memiliki karyawan segelintir, jauh dibanding Pak Jakob, sampai puluhan ribu. Saya didik karyawan saya. Dengan etos kerja yang mengutamakan nilai kemanusiaan. Bahwa bekerja untuk kemuliaan dan untuk diri sendiri.
Seperti Pak Jakob, Alfons Taryadi, Parakitri, St. Sularto, Teddy Surianto, Frans Meak Parera dulu mendidik saya.
Hakikat pekerjaan
Tentang hakikat pekerjaan. Kemuliaan manusia yang terpancar pada proses, hasil, dan dampak baik pekerjaan kita.
Bekerja untuk kemuliaan. Demi humanity dan dignity.
Bekerja, dengan demikian, bukan pertama-tama untuk diri-kita dan perusahaan!
(Masri Sareb Putra)