Aidit: Siapa Sebenarnya?
SANGGAU NEWS : Keterbukaan, atau istilah kerennya “transparansi”, bagai sumber air deras. Tak pernah bisa ditutupi rejim mana pun. Sekuat, dan sehebat apa pun upayanya. Tetap akan “bocor”, bagai air yang mencari salurannya.
Demikianlah!
Kebebasan disandera
Banyak hal yang pada masa Orde Baru tabu. Misalnya, mencoba untuk mengerti (berbeda dengan: mengikuti) paham tertentu, serta merta di-black list. Apalagi mengikuti paham seperti dianut tokoh ini, bisa-bisa lenyap seketika. Kebebasan untuk berbeda, tidak ada ruang sama sekali!
Maka senyuman, dan batuk, itu pun segera dimaknai dan dilaksanakan. Dicap sebagai musuh negara (penguasa). Dianggap mengganggu stabilitas nasional.
Baca Gibran : Aspirasi Dan Inspirasi Generasi Y
Itu dalih paling mudah.
Era kebebasan yang kebablasan
Akan tetapi, di era Reformasi, di mana transparansi mengemuka, berbeda. Merdekanya orang mengeluarkan pendapat, gampangnya berbagai media masuk; malah menimbulkan keresahan juga. Kebebasan yang tidak bertanggungjawab, malah berpotensi menimbulkan anarki.
Namun, di sisi lain, ada baiknya juga. Buku seperti ini, pasti akan diberangus era Orde Baru. Dan penulis serta penerbitnya dibelenggu. Minimal, dimintai keterangan: apa maksud dari penerbitan dan publikasinya?
Repot, memang!
Menyibak wawasan berbeda
Syukurlah. Ketika ritual rutin ke toko buku Gramedia, sebagai penulis biografi, mencari literatur yang relevan. Biasanya, setelah baca di tempat, di dalam berkata, “Saya bisa menulis lebih baik daripada ini!”
Kadang ketika kita, sebagai penulis, sudah pada tahap tertentu maka bacaan itu bukan jadi acuan. Melainkan untuk: pembanding saja!
Kembali ke laptop. Saya membeli biografi Aidit ini selain terkenang sahabat, Sobron Aidit, juga untuk melihat. Apakah sesuai kisahan Sobron tentang abangnya pada saya, seperti tertulis di buku? Atau: adakah untold story tentang Aidit, yang masih “belum ditulis?”
Ternyata memang ada! Baiklah hal itu akan jadi sumber tulisan saya berikutnya.
Baca Helmi Yahya : 3 Kesalahan Orang Pintar
Merunut kepada kisah sang adik, Sobron, Dipa Nusantara (D.N.) Aidit bukanlah atheis. Sejak kecil, ia taat beragama. Bahkan, rutinitasnya adalah membunyikan tabuh yang menandai waktu sembahyang.
Baca Apai Janggut