Sakit Jantung Itu Mahal
sumber ilustrasi: Health time |
SANGGAU NEWS : Minum obat seumur hidup. Akai dai! --kata orang Kalimantan Barat. (Hadeuuh!)
Tapi itulah yang terjadi pada Ramos. Pada hari ke-3 setelah pemasangan 3 ring jantung,Dr. Peter Wong Mee Tong melakukan visit dokter seperti biasa kepada Ramos.
Baca 3 Ring Dan Daihatsu Terios R-MT
Namun, hari itu ia datang agak telat dari sebelumnya. Sekitar pk. 15.00 baru ia datang dan langsung, melakukan pemeriksaan medis dengan serius.
“Anda hari ini boleh pulang,” katanya. “Kami akan bekalkan obat untuk jatah sebulan, terus nanti 6 bulan ke depan tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2019, silakan datang kemari untuk cek ulang. Saya tunggu di lantai 3 pada pk. 10.00 waktu Serawak”, kata Dr. Tong lagi.
“Baik Dokter, terima kasih”, ucap Ramos. “Oh ya dokter, setelah 1 (satu) bulan dan obat yang dibekalkan habis, apakah saya harus pesan obat lagi ke sini”? tanya Ramos.
“Oh, tidak perlu. Di Indonesia banyak obat jantung, hanya mereknya saja yang berbeda-beda,” jawab Dr Tong.
Baca Sakit Dan Bingung Biaya Pemulihan? Untung Ada Credit Union
Pernyataan Dokter Tong ini melegakan hati Ramos. Sebab kalau harus pesan ke Kuching tiap bulan, tentu harus melalui mekanisme tertentu, belum lagi harganya.
“Usahakan obat jantungnya jangan sampai putus ya?” pesannya. Waktu itu Dr. Peter Wong Mee Tong juga mengingatkan bahwa ada 3 jenis obat yang tidak boleh putus, yaitu obat kolesterol, obat hipertensi dan obat pengencer darah. Persis seperti apa yang pernah disampaikan oleh paramedik orang Iban, ketika selesai pemasangan ring.
Maka jadilah. Sejak saat itu Ramos menjadikan obat jantung seperti nasi, yang harus dimakan tiap hari. Yakni 3 kali sehari.
Setelah pembicaraan itu, Dr. Tong pamit dan mengucapkan "Selamat Jalan" kepada Ramos yang akan segera kembali ke Kalbar.
Setelah mengurus administrasi dan mengambil obat yang diperlukan, Ramos dan Masiun meninggalkan Rumah Sakit dan pindah untuk menginap 1 (satu) malam di City Inn yang berada di tengah kota atau tidak jauh dari Waterfront dimana banyak terdapat tempat-tempat kuliner sekadar untuk makan malam atau sarapan pagi.
Setelah sampai di Ketapang, Ramos secara rutin sebulan sekali melakukan pemeriksaan Kesehatan, khususnya jantung dan mengambil obat jantung sebagai menu wajib harian.
Pada pemeriksaan Kesehatan rutin bulan Juni 2019, Ramos mengatakan kepada Dr.Harie Cipta bahwa dalam pembicaraan dengan Dokter Jantung di Normah Hospital 6 bulan lalu. Ia diminta cek ulang Kesehatan jantung di Kuching pada 20 Agustus 2019.
“Bagaimana menurut pendapat Dokter, apakah saya harus pergi, atau boleh tidak pergi”? tanya Ramos untuk meyakinkan dirinya. “Bapak sehat, sehat- sehatnya orang sakit”, ucap Dr.Cipta sambil tersenyum.
Kata terakhir “sehat- sehatnya orang sakit”, membuat perasaan Ramos campur aduk; gembira, tapi juga sedih.
“Jadi soal check ulang di Kuching sepertinya tidak harus,
tetapi bila mau sambil jalan-jalan bagus juga”, kata Dr.Harie sambil bercanda.
Sesampai di rumah. Hasil pembicaraan Ramos dengan Dr. Harie di rumah sakit siang itu disampaikannya dengan isterinya. Sebab ia sudah berjanji bahwa saat check up Kesehatan di Kuching pada bulan Agustus, sekalian mengajak istri dan anak perempuannya, Maxima, sekalian refreshing, sehingga harus buat paspor.
“Apakah kita tetap akan pergi ke Kuching”, tanya Ramos ke isterinya.
“Kalau
menurut hemat saya, lebih baik kita batalkan saja pergi ke Kuching”, ucap
Natalia. “Lebih baik dana yang sudah dialokasikan ke Kuching itu digunakan
untuk membeli motor baru, misalnya jenis Honda Beat untuk mengganti Honda Win
Abang. Jadi Abang tidak perlu lagi mengeluarkan energi ekstra dengan cara
“terajang” seperti pada Honda Win, karena telah menggunakan kick starter”, kata
Natalia meyakinkan suaminya. Ramos setuju.
Untuk tetap sehat kita perlu mengubah pola makan, bahkan pola hidup, yang juga cenderung disertai dengan meningkatnya biaya hidup.
Ketika mengingat pesan Dr.Tong di Kuching tentang perlu mengubah pola makan, bahkan pola hidup, Ramos langsung teringat pembicaraan dengan Dr.Alvin Tonang di RS St. Elisabet Semarang sebelumnya.
Ketika itu Dr.Alvin menyelidiki pola hidup dan pola makan keluarga Ramos yang ia jalani selama ini. Sedemikian rupa, sehingga ia menjadi penyintas penyakit jantung. Ia menanyakan kepada Ramos, apakah ia perokok dan peminum (pecandu alkohol)?
Ramos menjawab bahwa dia bukan perokok. Bahkan mencium bau rokok saja ia akan pusing.
Soal minum alkohol, hanya sekali- sekali saja, yang di dalam budaya orang Dayak disebut minum sosial. Artinya bila ada pesta dan acara adat, ada minum tuak, minuman tradisional yang berasal dari beras ketan. Apakah itu berpengaruh?
Selanjutnya Dr. Alvin juga bertanya, minyak goreng apa yang digunakan selama ini dalam keluarga Ramos? Ny. Natalia mengatakan bahwa mereka sejak berkeluarga selalu memakai minyak goreng Bimoli, Fortune, Kunci Mas, dan sejenisnya.
“Apakah kalian hobi makan di warung Lamongan atau goreng- gorengan”? tanya lagi.
“Ya, kadang- kadang”, kata Ny. Natalia.
Mencoba
mengubah pola makan dan pola hidup
Setelah
pemasangan 3 ring suaminya dan berbekal pesan DR.Tong dan DR.Alvin maka
Ny.Natalia mulai mengubah pola makan di rumah, yang tentunya mempengaruhi pola
hidup seluruh anggota keluarga.
Baca "Menikmati" The Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) : Program Wisata Kesehatan Malaysia
Untuk mengurangi konsumsi gula yang berlebihan (sebelumnya kalau minum kopi atau teh harus manis), sekarang cukup manis- manis jambu saja. Kadang- kadang gunakan gula aren atau gula rendah kalori seperti Tropicana slim.
Untuk mengurangi kadar garam, Natalia menggunakan Garam Lasosa, walaupun sedikit mahal dari garam biasa dan mengurangi konsumsi makanan yang bersifat asin. Sedangkan untuk mengurangi lemak, Natalia mengganti minyak goreng yang berasal dari produk sawit yang relatif murah, dengan minyak jagung atau Corn Oil, diselingi dengan minyak kelapa merk Barco, karena harganya relatif mahal.
Demikianlah, untuk tetap sehat kita perlu mengubah pola makan, bahkan pola hidup, yang juga cenderung disertai dengan meningkatnya biaya hidup.
Sehat adalah aset kita yang
sangat berharga. (R. Musa Narang)