BPJS Kesehatan dan Budaya Berobat Masyarakat Indonesia
sumber gambar: google/ist. |
Pada hari ke-4 terhitungan sejak hari kedatangan ke rumah sakit, sektar jam 3 sore DR Tong melakukan kunjungan dan memeriksa Kesehatan Ramos sebagai paseinnya dengan cermat.
Sejurus kemudian, ia mengatakan kepada Ramos dan juga Masiun yang mendampingi Ramos bahwa Ramos sudah boleh keluar dari Rumah Sakit dan juga bisa terus pulang ke Indonesia.
“Kami akan bekalkan obat untuk jatah sebulan, terus nanti 6 bulan ke depan tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2019, silakan datang kemari untuk check ulang. Saya tunggu di lantai 3 pada pk. 10.00 waktu Serawak”, kata Dr. Tong lagi.
Ramos mengganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih. “Oh ya dokter, setelah 1 (satu) bulan dan obat yang dibekalkan habis, apakah saya harus pesan obat lagi ke sini”? tanya Ramos.
“Oh, tidak perlu. Di Indonesia
banyak obat jantung, hanya mereknya saja yang berbeda-beda”, jawab Dr
Tong. “Usahakan obat jantungnya jangan
sampai putus ya?” tambah DR Tong lagi.
Setelah sebulan mengkonsumsi obat dari Malaysia, maka Ramos mengunjungi Apotik She, tempat dokter jantung Ketapang berpraktek. Ia berpikir harga obat untuk satu (1) ke depan mungkin berkisar 5 atau 6 ratus ribu rupiah.
Setelah pemeriksaan oleh dokter Spesialis Jantung, ia sempat menanyakan obat yang diberikan di Kuching dan untung saya membawa contohnya, lalu memberikannya. Selanjutnya dokter Harie membuat resep obat dan menyerahkannya kepada Ramos untuk diambil di Apotik tempat ia praktek.
Ketika mau menerima obatnya, kasir menyebut angka yang jauh melampai ekspektasi Ramos. Ia terpaksa minta maaf kepada Kasir karena uang yang dia bawa kurang banyak. Melihat kebingungan Ramos, Kasir mengatakan kalau mau ambil sebagian dulu juga boleh. Ramos kemudian minta Kasir menunggu, sampai ia datang mengambil sejumlah dana kekurangannya.
Ramos berpikir, kalau setiap bulan jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk obat jantung, akan membuat beban finansialnya sangat berat dan adakalanya ia akan putus obat akibat kurangnya pendanaan. Begitu pasien terakhirnya sudah selesai, Ramos bergegas menemui Dr. Harie untuk menanyakan apakah untuk bulan selanjutnya, ia boleh menggunakan fasilitas BPJS dan apakah ada obat generik /BPJS jantung.
Dengan senyum ramah, Dr.Harie mengatakan, “Ada obatnya pak. datang saja ke RSUD Agoesdjam di Poli Jantung dan kita ketemu di sana”. “Sebelum ke Poli Jantung, pastikan surat rujukannya sudah disiapkan”, tambah Dokter Harie.
Demikianlah,
sejak April 2019, Ramos rutin datang melakukan pemeriksaan ke Poli Jantung dan
ambil obat sekitar tanggal 20an serta yang pasti adalah GRATIS, TIS! Ramos
sungguh merasa bersyukur, karena keikutsertaannya dalam program pemerintah ini
sungguh meringankan beban finasialnya, sekaligus program yang berpihak kepada
kepentingan rakyat, khususnya kelas menengah ke bawah.
Bila kita berobat ke Rumah Sakit dewasa ini, khususnya Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta Penerima BPJS, kita akan menemukan 2 loket pelayanan, yaitu Loket Umum (biaya sendiri) dan Loket BPJS (biaya dijamin BPJS). Loket umum sepi pengunjung, tetapi loket BPJS manusianya berjibun.
Baca Sakit Dan Bingung Biaya Pemulihan? Untung Ada Credit Union
Di RSUD Agoesdjam Ketapang tiapa hari tidak kurang dari 200 – 300 orang yang dilayani sebagai pasien rawat jalan. Keadaan ini menimbulkan kondisi yang menuntut BUDAYA ANTRE dari semua pasien peserta BPJS.
Di sana sini tentu masih ada kekurangan, terutama dalam proses pelayanan, seperti peserta yang menunggak iuran, kekurangan tenaga dokter,dsb; tetapi kehadiran Program BPJS sungguh telah merupakan suatu keniscayaan dan berhasil mengubah BUDAYA BEROBAT MASYARAKAT INDONESIA.
Rumah Sakit harus menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan. Hal ini merupakan kunci penting untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tepat waktu.
Berikut sekilas mengenai Program Pemerintah tentang BPJS Kesehatan, yang dirangkum dari berbagai sumber:
Dasar hukum
diberlakukannya program BPJS Kesehatan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).Undang-undang
ini mengatur dan menetapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan SJSN yang meliputi
jaminan sosial yang terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan
kedukaan dan jaminan sosial lainnya.
2. Undang-Undang
No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-undang
ini mengatur tentang pembentukan dan pengelolaan BPJS sebagai lembaga yang
bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial, termasuk BPJS Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah
No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Peraturan ini
menetapkan kriteria dan persyaratan peserta JKN, manfaat, tingkat pelayanan,
dan mekanisme pembiayaan serta kebijakan dan strategi pengendalian serta
pengawasan pelaksanaan program JKN.
4. Keputusan
Menteri Kesehatan No. 908/Menkes/SK/IX/94 tentang Pedoman Umum Jaminan
Kesehatan. Keputusan ini memuat tentang prinsip-prinsip dan pedoman umum
pelaksanaan program jaminan kesehatan, termasuk BPJS Kesehatan.
5. Peraturan
Presiden No.82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
Dengan dasar hukum tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan program BPJS Kesehatan sebagai program jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS dengan tujuan memberikan akses kepada seluruh masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Ada tiga kategori peserta penerima fasilitas BPJS Kesehatan, yaitu:
1. Peserta Pekerja/Peserta Karyawan,
terdiri dari:
- Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)
- Peserta Bukan Pekerja Penerima Upah (BPU)
2. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
3. Peserta Mandiri, terdiri dari:
- Peserta Perorangan (Pekerja bukan penerima upah, pelajar, mahasiswa,
ibu
rumah tangga, pensiunan, dan lainnya)
- Peserta Keluarga (keluarga dari peserta perorangan atau peserta
pekerja/penerima upah)
Iuran wajib yang harus dibayar peserta
BPJS Kesehatan tergantung dari jenis peserta dan tingkat gaji atau pendapatan
bulanan. Berikut adalah jumlah iuran wajib untuk peserta BPJS Kesehatan:
1. Peserta Pekerja atau Penerima Pensiun
- Gaji di bawah Rp 8.000.000,- : iuran
sebesar 5% dari gaji atau Rp 400.000,-
(tergantung mana yang lebih rendah)
- Gaji di atas Rp 8.000.000,- : iuran
sebesar 5% dari gaji atau Rp 400.000,-
2. Peserta Bukan Pekerja
- Rp 25.500,- per bulan
3. Peserta Bukan Pekerja Mandiri
- Rp 25.500,- per bulan
Sejak Januari
2021, iuran BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64
Tahun 2020 adalah sebagai berikut :
1. Kelas I : Rp. 150.000,- per bulan
2. Kelas II : Rp. 100.000,- per bulan
3. Kelas III : Rp. 42.000,- per bulan
Namun, untuk
peserta yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI), iuran BPJS
Kesehatan akan ditanggung pemerintah. Sedangkan untuk peserta yang terdaftar
sebagai peserta jaminan kesehatan mandiri (JKM), iuran BPJS Kesehatan akan
ditanggung sendiri atau bisa juga ditanggung oleh perusahaan atau instansi
tempat bekerja.
Baca "Menikmati" The Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) : Program Wisata Kesehatan Malaysia
Rumah Sakit berperan penting sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dalam mendukung program BPJS kesehatan. Berikut ini adalah beberapa peran yang dapat dilakukan oleh Rumah Sakit dalam mendukung program BPJS kesehatan:
1. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
Rumah Sakit
harus menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memenuhi standar
yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan. Hal ini merupakan kunci penting untuk
memastikan bahwa pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan tepat
waktu.
2. Mengelola biaya pelayanan kesehatan
secara efisien
Rumah Sakit
harus mengelola biaya pelayanan kesehatan secara efisien, sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi peserta BPJS kesehatan. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada,
meminimalkan pemborosan, dan meningkatkan efisiensi operasional.
3. Memfasilitasi proses klaim dan
pembayaran BPJS kesehatan
Rumah Sakit
harus memfasilitasi proses klaim dan pembayaran BPJS kesehatan untuk
mempercepat proses pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan administratif dan teknologi informasi (TI) Rumah Sakit.
4. Meningkatkan kerjasama dengan BPJS
kesehatan
Kerjasama yang baik antara Rumah Sakit dan BPJS kesehatan dapat mempermudah proses pelayanan kesehatan dan pengelolaan klaim. Rumah Sakit harus menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan BPJS kesehatan.
Dengan melakukan peran di atas, Rumah Sakit dapat membantu program BPJS kesehatan dalam memberikan akses kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat. (R. Musa Narang)