Tengkawang di Wilayah Sanggau yang Terancam Punah
Penampakan pohon tengkawang yang masih tegak di ruas Jalan Mukok - Jangkang. |
SANGGAU NEWS : Tengkawang, yang dalam khasanah ilmiah dikenal sebagai "Shorea" di wilayah Sanggau kian banyak ditebang. Populasinya tinggal satu dua yang berdiameter 0,5 - 1 meter.
Padahal dulunya era bupati Mustafa Sulaiman Siregar hingga Syarif Koesoema Yudha (1967 - 1978), tengkawang ada hutannya di bumi Daranante-Babai Cinga. Pada masanya tengkawang berbuah, masyarakat menikmati hasilnya. Menjadi keunggulan kompetitif, sekaligus nilai tabah bagi Sanggau yang sungguh permai ketika itu.
Di musim tengkawang, merunut kepada sejarahnya, kabupaten Sanggau pernah menikmati surplus dana retribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) buah dengan minyak nabati khas multiguna ini.
Baca Puncak Kapuas: Puncak Pass-Nya Kalimantan Barat
Namun, kini tengkawang wilayah Sanggau, Kalimantan Barat terancam tinggal kenangan. Bukan tidak mungkin, suatu waktu di Sanggau dan Kalimantan akan ada "Wisata kenangan tengkawang". Sebab pasti akan menjadi museum hidup arboria kita, yang hanya sampel saja.
Tengkawang di wilayah Sanggau saat ini menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungannya.Oleh sebab itu, tadinya narasi terkait tengkawang ini hendak dimasukkan ke dalam "Keunggulan Lokal", namun sulit dipetanggungjawabkan korelasi kebenarannya. Sebab tengkawang sudah bukan produk unggulan lagi.
Tengkawang terancam punah. Sehingga masuk "ruang ICCU", Balae Botomu, untuk menjadi topik bahasan, dan keprihatinan kita bersama.
Ancaman punahnya tengkawang berasal dari praktik penebangan yang melibatkan pohon tengkawang ini. Pohon yang juga dikenal dengan nama "engkawang" ini memiliki nilai ekonomi yang signifikan, digunakan sebagai bahan bangunan, mebel, dan bahkan sangat diminati untuk pembuatan rumah walet karena sifatnya yang sejuk.
Era bupati Mustafa Sulaiman Siregar hingga Syarif Koesoema Yudha (1967 - 1978), tengkawang ada hutannya di bumi Daranante-Babai Cinga. Pada masanya tengkawang berbuah, masyarakat menikmati hasilnya. Menjadi keunggulan kompetitif, sekaligus nilai tabah bagi Sanggau yang sungguh permai ketika itu.
Sayangnya, praktik penebangan pohon tengkawang ini telah berdampak negatif pada populasi tengkawang di wilayah ini. Padahal, Kalimantan Barat adalah salah satu wilayah yang terkenal sebagai penghasil tengkawang terbesar di Indonesia. Keberadaan tengkawang sangat penting bagi ekosistem lokal dan juga mata pencaharian masyarakat setempat.
Baca Tasam: Buah Tropis Khas Sanggau
Untuk menjaga keberlanjutan populasi tengkawang, diperlukan upaya khusus dalam bentuk penanaman kembali pohon-pohon tengkawang. Meskipun ini adalah tindakan jangka panjang yang memerlukan kesabaran, hasilnya akan menjadi investasi penting untuk masa depan.
Pohon tengkawang membutuhkan waktu sekitar 20 tahun sebelum menghasilkan buah yang dapat diambil manfaatnya, sehingga tindakan penanaman kembali harus segera dimulai agar sumber daya alam ini dapat dilestarikan untuk generasi mendatang. Dengan demikian, tidak hanya dapat melindungi ekosistem dan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menjaga mata pencaharian tradisional masyarakat yang bergantung pada tengkawang.
Tengkawang adalah nama buah dan pohon yang berasal dari beberapa jenis Meranti (Shorea) yang tergolong dalam suku Dipterocarpaceae. Pohon-pohon tengkawang ini dapat ditemukan eksklusif di Kalimantan. Dalam bahasa Inggris, tengkawang dikenal sebagai illipe nut atau Borneo tallow nut.
Ada belasan jenis pohon tengkawang yang berbeda, termasuk Shorea amplexicaulis P.S.Ashton (tengkawang mege), Shorea beccariana Burck (tengkawang tengkal), dan banyak lagi. Sebagai jenis pohon Shorea, tengkawang tidak selalu berbuah setiap tahun.
Namun, ada periode tertentu, beberapa tahun sekali, yang dikenal sebagai musim raya, di mana produksi tengkawang melimpah. Pada musim ini, banyak pohon tengkawang di berbagai daerah mekar dan berbuah hampir bersamaan dalam jumlah yang melimpah.
Sebagian besar produksi tengkawang berasal dari tumbuhan liar di hutan alam Kalimantan. Saat musim raya tiba, buah-buah tengkawang yang jatuh dari pohon diambil oleh penduduk setempat sebelum dimakan oleh hewan liar seperti babi hutan.
Adapun biji tengkawang yang bergizi tinggi sangat diminati oleh berbagai binatang hutan. Biji-biji yang jatuh ke tanah lembap juga bisa segera berkecambah jika tidak diambil dalam beberapa hari.
Baca juga M.Th. Djaman : Namanya Abadi Bagi RSUD Sanggau
Buah-buah tengkawang yang dikumpulkan kemudian dikeringkan dengan cara diasapi. Setelah cukup kering, biji-biji ini diangkut dan dijual di kota. Pohon-pohon tengkawang yang sudah tua dan tidak produktif biasanya ditebang untuk dimanfaatkan kayunya, yang umumnya termasuk kayu meranti merah.
Minyak tengkawang diperoleh dari biji tengkawang yang sudah dijemur atau disalai hingga kering, kemudian ditumbuk dan dikempa. Secara tradisional, minyak tengkawang digunakan dalam masakan, sebagai penyedap makanan, dan dalam ramuan obat-obatan.
Di industri, minyak tengkawang digunakan sebagai pengganti lemak coklat, dalam bahan farmasi, dan kosmetika. Pada masa lalu, tengkawang juga digunakan dalam pembuatan lilin, sabun, margarin, pelumas, dan lainnya. Minyak tengkawang juga sering dikenal sebagai green butter.
Tidak mengherankan jika sebagian besar jenis tengkawang dilindungi oleh peraturan pemerintah di Indonesia, dan pohon tengkawang menjadi simbol Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga dan melestarikan sumber daya alam ini untuk masa depan. *)