"Menikmati" The Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) : Program Wisata Kesehatan Malaysia
Ilustrasi : Fb Normah Medical Specialist Centre. |
SANGGAU NEWS : Hari itu Minggu, 13 Januari 2019.
Langit di atas kota Ketapang cerah. Tanpa mega hitam menutupi langit. Tak ada tanda-tanda hari akan hujan.
Biasanya Ramos beribadah hari Minggu pada Misa ke-2 di Gereja Katedral St. Gemma Galgani Ketapang, karena lebih tenang dan tidak perlu tergesa-gesa. Ada 3 kali Misa hari Minggu di sana, pertama pukul 06.00, kedua pukul 08.00, dan ketiga pukul 17.00.
Hari itu Ramos bersama keluarga akan mengikuti Misa Minggu pada pukul 17.00 atau jam 5 sore, karena pada waktu tersebut Ramos mendapat giliran tugas sebagai Prodiakon yang dilakoninya sejak 2017.
Pagi itu, ia gunakan untuk berolahraga kecil, sambil membersihkan di sekitar rumah. Natalia, istrinya sibuk di dapur untuk mempersiapkan makan siang, karena tamu dari Kantor Pusat Keling Kumang Mart Sekadau, Heri dan Anus ada datang ke Ketapang dan ia mengundang mereka untuk makan siang di rumah.
Baca 3 Ring Dan Daihatsu Terios R-MT
Sekitar pukul 10.00 saat masih membersihkan, ia merasa rongga dadanya penuh seperti masuk angin, kembung. Ia minum air hangat, untuk menghilangkan kembungnya seperti yang ia lakukan selama ini. Sudah 5 gelas air hangat ia minum, kembungnya tidak juga mereda, bahkan semakin parah. Ramos minta istrinya mengurut belakang dan dadanya, juga minta "dikerok", tetapi tidak juga mereda, malahan semakin parah, rongga dada seperti mau meledak.
Lalu dia minta istrinya minta tolong Andreas tetangganya, untuk bisa membantu meredakan sakitnya. Andreas melihat bahwa kondisi yang diderita Ramos tidak bisa dibiarkan lebih lama, tetapi harus segera dilarikan ke Rumah Sakit. Ia berinisiatif menelpon dan minta tolong Gregorius yang juga tetangga dan pandai menyetir, untuk mengantar mereka ke RS. Fatima Ketapang.
Andreaslah yang mengurus segala administrasi rumah sakit bersama isteri Ramos. Ternyata Ramos mengalami serangan jantung. Benar kata pepatah, "tetangga adalah keluarga yang terdekat". Kalau kita mengalami sakit, kesesakan, dan keterpurukan, orang pertama yang membantu kita adalah tetangga kita, setelah itu baru keluarga (kecuali keluarga dekatnya berada di 1 kompleks).
Setelah dirawat di UGD dan ICU, maka tiba saatnya dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Sebagai PNS golongan IV, Ramos adalah peserta BPJS kelas 1, tetapi semua ruang perawatan kelas 1 penuh, yang membuat Natalia isteri Ramos galau.
Nong Moses, tetangga mereka yang juga memiliki hubungan kerja dengan rumah sakit membantu mencarikan kamar. "Hanya 1 cara mendapatkan kamar saat ini", kata Moses kepada Ny. Natalia. "Bapak dirawat di ruang VIP dan keluarga hanya membayar selisih harga kamar kelas 1 dan VIP; saya sudah berbicara dengan manajemen Rumah Sakit," ucap Moses serius.
Ny. Natalia setuju. Selama 5 hari Ramos dirawat di rumah sakit ini. Ia dan keluarga merasa puas, karena dokter, perawat, dan petugas medis lainnya memperlakukan dia dengan ramah dan penuh perhatian.
Tidak sedikit tetangga, rekan kerja Ramos di SMK St. Petrus dan SMA Negeri 2 Ketapang, rekan sepelayan di Gereja bahkan isteri orang No.1 Ketapang, Ny. Elisabeth Martin Rantan juga menyempatkan diri menjenguk Ramos.
Mungkin itu juga yang membuat ia cepat pulih, RS. Fatima yang merupakan RS. Swasta satu-satunya di Ketapang adalah milik Kongregasi Suster St. Agustinus dari Kerahiman Allah ini, memiliki moto: "Kasih Yang Menyembuhkan", sentuhan kasih yang menyembuhkan.
Sepulang dari Rumah Sakit, Ramos istirahat 3 hari, selanjutnya masuk kerja seperti biasa sebagai guru di SMA Negeri 2 dan SMK St. Petrus Ketapang, tidak lupa harus kontrol dan ambil obat tiap minggu ke RS. Fatima.
Atas rekomendasi dr. Budi Hartoko, spesialis penyakit dalam dari RS. Fatima dan dr. Harie Cipta, dokter spesialis jantung dan Pembuluh darah dari RSUD Agoesdjam Ketapang, Ramos dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas katerisasi dan pasang ring jantung di Jawa, karena saat itu di Kalbar belum ada. Atas rekomendasi manajemen RS. Fatima dan Sr. Lusia Wahyu OSA, pemimpin Umum Kongregasi Suster St. Agustinus Ketapang, RS. St. Elisabeth Semarang menjadi pilihan selanjutnya.
Di Semarang Ramos dan keluarga diminta tidak usah nginap di rumah kos atau hotel, tetapi di Biara Susteran OSA. Suatu bantuan dan perhatian yang tak ternilai. Di RS. Elisabeth, Ramos ditangani oleh dr. Alvin Tonang, Sp.Jp. Ternyata ada 3 pembuluh darah jantung yang sumbat, masing-masing 98%, 84%, dan 72%. "Kesimpulannya, harus pasang 3 ring dan harus dilakukan Tindakan sesegera mungkin," demikian dr. Alvin.
Berobat ke Kuching, Serawak Malaysia
Sejujurnya, berdasarkan pertimbangan finansial, Ramos ingin menggunakan fasilitas BPJS yang gratis, kecuali biaya-biaya transportasi, penginapan, dan biaya hidup selama melakukan pengobatan. Tetapi untuk itu harus ke RS Jantung Harapan kita di Jakarta dan untuk mendapat giliran ditangani dokter, membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan, karena Rumah Sakit Harapan Kita merupakan RS Rujukan nasional. Bisa jadi belum sempat dapat giliran, sudah kena serangan ulang dan selesai....
Sesampai di Bandara Kuching, mobil Rumah Sakit Normah telah menunggu. Ramos dan Masiun diantar langsung ke Rumah Sakit dan langsung mengisi data diri sebagai pasien penyakit jantung. Setelah itu, Ramos diantar ke ruang dokter spesialis jantung, Dr. Peter Wong Mee Tong yang telah menunggu. Selanjutnya, menunggu: apa yang akan terjadi? Terjadilah!
Atas pertimbangan dan dorongan keluarga, solusinya adalah pasang ring tanpa menggunakan fasilitas BPJS, tetapi memakai dana pribadi. Biaya pasang ring di suatu Rumah Sakit Swasta di Semarang adalah Rp 75 juta per ring, belum termasuk biaya ikutannya.
Biaya itu, menurut Masiun adik kandung Ramos yang pernah operasi jantung by-pass di Normah Medical Specialist Centre atau Normah Hospital di Kuching, tidak berbeda jauh dengan biaya yang dikeluarkan bila dilakukan di luar negeri, khususnya di Kuching Serawak, Malaysia. Melalui pertimbangan teknis dan sosial maka diputuskan pemasangan 3 ring dilakukan di Normah Hospital, Kuching. Malaysia.
Baca juga Indonesia Dan Malaysia Menguasai 85% Lahan Kelapa Sawit Di Dunia
Sebelum berangkat ke Kuching, Masiun sudah melakukan komunikasi yang intens dengan pihak rumah sakit yang dituju, melalui kontak person, sejenis bagian humas rumah sakit, yaitu Muchlis yang adalah warga negara Malaysia tetapi kelahiran Sambas, Kalbar.
Dengan dia pula dibicarakan setimasi biaya yang harus disiapkan dan dokter yang akan menangani pemasangan. "Tindakan pemasangan ring Ramos memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi, karena ada percabangan, oleh sebab itu kami pilih dokter spesialis senior dan yang telaten," demikian Muchlis.
Hari itu, Selasa, 19 Februari 2019.
Ramos terbang dari Ketapang menggunakan Wingair dan transit di bandara Supadio Pontianak untuk selanjutnya menuju Kuching.
Ramos tentu saja galau hatinya. Namun, ia merasa cukup kuat karena ditemani Masiun, adik tercinta yang juga pernah operasi by pass yang telah menunggu di Bandara Supadio.
Sebenarnya, Natalia isterinya akan mendampinginya juga ke Kuching, tetapi karena Natalia belum punya Paspor, maka dia tidak bisa ikut serta. Alternatif lain adalah didampingi putra sulungnya, Primus. Namun Primus waktu itu sedang mengikuti kegiatan kaum muda di New York, Amerika Serikat.
Sesampai di Bandara Kuching, mobil Rumah Sakit Normah sudah menunggu. Ramos dan Masiun diantar langsung ke Rumah Sakit dan langsung mengisi data diri sebagai pasien penyakit jantung. Setelah itu, Ramos diantar ke ruang dokter spesialis jantung, Dr. Peter Wong Mee Tong yang telah menunggu.
Dokter Tong sudah berumur dan jebolan spesialis jantung dari Inggris, sekaligus dari Amerika Serikat. Rentetan pemeriksaan memerlukan waktu hampir 2 jam. Setelah keluar dari pemeriksaan ekokardiografi,
Ramos heran karena diminta naik ke kursi roda dan didorong oleh petugas medis untuk ke tahap pemeriksaan berikutnya.
"Kenapa saya tidak boleh jalan sendiri?", tanya Ramos ke Perawat yang mendorong kursi rodanya.
"Menurut dokter Tong tadi, kadar oksigen yang masuk ke jantung Anda, hanya sekitar 35%, bila lelah Anda bisa semaput", jawab perawat.
"Oh gitu ya?" kata Ramos agak ragu, karena ia merasa tidak sejauh itu. Setelah proses pemeriksaan selesai, baru Ramos diperbolehkan makan dan minum, sejak diharuskan puasa mulai pukul 07.00 di Ketapang. Telah diputuskan bahwa Rabu, 20 Februari 2019, pukul 10.00 waktu Serawak Tindakan pemasangan 3 ring akan dilakukan. Setelah makan di Kantin Rumah Sakit, Ramos diantar di ruang rawat inap.
Keesokan harinya, sesuai waktu yang telah ditentukan, Ramos dibawa ke ruang operasi, ditangani oleh Dr. Tong dan 3 orang petugas, 1 lelaki dan 2 perempuan. Total timnya 4 orang. Ramos hanya dibius lokal, di sekitar pangkal paha dimana sejenis alat penusuk dimasukkan menuju organ jantung.
Ramos dapat melihat semua proses melalui layar monitor dan mendengar apa yang mereka percakapkan; kadang-kadang pakai Bahasa Melayu, Bahasa Inggris, Bahasa China, bahkan Bahasa Iban.
Sempat mereka terdengar kesulitan menempatkan ring pada daerah yang semestinya, tetapi syukurlah akhirnya selesai setelah sekitar 3 jam mereka bekerja, termasuk dari persiapan sampai akhir.
Sebelum keluar ruangan, seorang perawat berpesan kepada Ramos dalam Bahasa Iban, bahwa setelah pasang ring tidak boleh putus makan obat, terutama obat kolesterol, hipertensi, dan pengencer darah. Pasca pemasangan ring, pasien dimonitor terus oleh para perawat jaga. Bekas tusukan di pangkal paha ditutupi dengan sejenis kain berisi pasir seberat 2 kg selama 4 jam, sedangkan di Semarang beratnya cuma 1 kg, tetapi ditimpakan selama 8 jam.
Untuk pemasangan ring di rumah sakit ini, diperlukan cuma 4 hari: hari pertama datang atau Selasa, 19 Februari 2019, pemeriksaan Kesehatan lengkap, hari kedua Tindakan pemasangan ring, hari ketiga observasi dan hari ke-empat sudah boleh keluar dari Rumah sakit, yang saat itu adalah hari Jumat, 22 Februari 2019. Hari Sabtu, 23 Februari 2019 kembali ke Pontianak dan Minggu, 24 Februari 2019 sudah sampai di rumah di Ketapang dalam keadaan segar. Ia puas.
Beberapa waktu lalu, ada perdebatan sengit di grup WA, gara-gara ada pasien yang berobat di Kuching mengalami koma berlarut-larut, yang mengakibatkan biaya berobatnya pun menumpuk tak terkendali yang menjadi beban sangat berat bagi pasien dan nyaris tak terbayarkan, sampai minta campur tangan pihak Konjen Indonesia di Kuching.
Ada yang berpendapat bahwa, itulah risikonya kalau orang merasa kaya, lalu bangga berobat keluar negeri. Sebaliknya, yang lain mengatakan bukan masalah kaya dan bangga, tetapi bila orang jatuh sakit, apalagi sakit berat, apapun dilakukan agar orang itu atau keluarga kita bisa sembuh.
"Uang dapat dicari, tetapi tidak hidup kita", kata pepatah, oleh sebab itu melakukan segala cara untuk sembuh.
Presiden Jokowi juga prihatin melihat banyak warga negara Indonesia, khususnya warga Kalbar yang berobat ke luar negeri. "Saya sangat sedih jika mendengar ada masyarakat kita yang sakit dan berobat keluar negeri dan untuk di Kalbar, masih banyak yang berobat ke negara tetangga. Mulai hari ini, jangan lagi berobat ke luar negeri, karena Kalbar sudah ada rumah sakit modern yang bisa melayani masyarakat," kata Jokowi saat meresmikan Gedung RSUD Soedarso Pontianak, Selasa, 8 September 2022. "Gedung RSUD Soedarso dengan dua menara tersebut memiliki 277 tempat tidur serta 14 kamar operasi," tambah Presiden yang dikutip oleh Koran Republika.
Tetapi pertanyaannya, "Sudah berapa banyakkah warga Kalbar yang dapat mengakses manfaat dari hebatnya Rumah Sakit kebanggan masyarakat Kalbar itu?
Di lain pihak, sejak 2021 Pemerintah Malaysia melalui The Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) telah meluncurkan program The Malaysia Healthcare Travel Industry Blueprint 2021 – 2025.
Program ini secara massif mempromosikan program wisata Kesehatan, dengan berusaha menarik masuk sebanyak-banyaknya orang luar Malaysia, khususnya Indonesia yang berpenduduk besar untuk berobat ke Malaysia, khususnya Kuching dan Penang dengan menyediakan fasilitas dan pelayanan Kesehatan yang mumpuni. Pada akhirnya, semua berpulang pada pilihan kita.
Jadi, setelah "menikmati" Program Wisata Kesehatan Malaysia dan sehat, salahkah kiranya hal itu? (R. Musa Narang).