Mengenali Karya Tulis Menggunakan AI/ChatGVT secara Sederhana
Model: Cindy Christella. |
Marshall
McLuhan pada tahun 1964, telah menujumkan masa depan.
Ilmuwan
komunikasi terkenal dengan pandangannya yang menyatakan,
"medium is the extension of man". Atau dalam bahasa Indonesia,
"media adalah perpanjangan diri manusia."
Sudah sangat
tepat dari sisi posisi dan relasi bahwa teknologi dan media seharusnya tidak
menggantikan manusia. Sebaliknya, teknologilah seharusnya berperan sebagai
alat yang membantu manusia. McLuhan percaya bahwa fatal jika manusia tergantung pada alat-alat tersebut, sehingga mereka menjadi diperalat oleh alat
itu sendiri.
Pandangan McLuhan
mencerminkan konsep "Pencipta adalah tuan dari alat ciptaannya
sebagai hamba yang menuruti perintahnya." Dalam hal ini, manusia harus
tetap memiliki kendali atas teknologi dan memastikan bahwa teknologi digunakan
sesuai dengan keinginan dan tujuan manusia.
Saat ini,
kita menyaksikan perkembangan yang mengagumkan dalam kecerdasan buatan (AI) dan
teknologi seperti ChatGPT. Namun, kita perlu mengingat perbedaan mendasar
antara kecerdasan buatan dan kecerdasan alami manusia.
Teknologi adalah alat yang sangat berguna jika digunakan dengan bijak dan bermartabat. Di era teknologi ini, penting bagi manusia untuk selalu memegang kendali dan memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendukung visi dan nilai-nilai manusia.
Meskipun
keduanya disebut "intelligence," dua kecerdasan itu berbeda dari sisi causa materialis dan causa finalis-nya. By nature, keduanya beroperasi pada tingkat yang
berbeda. Kecerdasan buatan adalah alat yang diciptakan oleh manusia untuk
membantu dalam berbagai tugas, termasuk menulis.
Ketika kita
melihat penggunaan AI dalam menulis, kita dapat melihat bahwa AI memiliki
keterbatasan dalam memahami konteks dan nuansa bahasa manusia.
Sebagai contoh adalah penggunaan kata-kata yang kurang tepat oleh AI, seperti "mereka" untuk merujuk pada jamak barang atau "individu" untuk merujuk pada manusia.
Atau AI sebagai mesin yang bekerja sesuai program, punya jargon khusus. Logikanya lurus saja, normatif, tanpa ada citarasa dalam hal konten (isi).
Selain itu, bahasa AI/ChatGVT menggunakan "memiliki" untuk hal yang cukup lucu, misalnya: memiliki kendali, bagusnya: dapat mengendalikan, atau kata benda: pengendali. Sama halnya Chat-pinter kita ini akan menulis "memiliki peran", bukan berperan.
Contoh di atas sekadar untuk menunjukkan bahwa AI tidak selalu memahami konteks dengan benar. Meski peran dan keberadaannya sangat membantu.
Hal itu menegaskan bahwa meskipun AI dapat membantu dalam proses
penulisan, manusia harus tetap berperan sebagai tuan yang mengarahkan
penggunaan AI, dan melakukan pengawasan serta pengeditan untuk memastikan teks
sesuai dengan konteks yang dimaksudkan.
Adakah cara
lain lagi mengidentifikasi seseorang menulis menggunakan AI?
Memang ada!
- Struktur kalimat cenderung panjang. Kadang bukan hanya sampai cucu kalimat, bahkan ada cicit kalimatnya. Membaca kalimat asli AI/ChatGVT sangat melelahkan. Kalimat tidak mengalir. Karena beroperasi dengan mesin, tidak ada ruh sehingga kata-katan yang diproduksi AI, tidak ada power serta tidak meninggalkan kesan mendalam. Berbeda dengan kata pilihan manusia, yang muncul dari kedalaman jiwa dan keluar dari perasaan, yang mewakili indera.
- Normatif alur berpikirnya, tidak ada novelty. Hal ini terjadi karena AI dirancang dengan sistem berpikir lurus, menarik logika deduktif, mahir dan presisi di dalam kemampuan menyintesekan data/fakta/ dan konsep yang diperintahkan padanya.
- Gaya bahasa yang tidak natural.
- Cenderung bahasa yang digunakan seperti terjemahan bebas.
- Terbatas kosakatanya. Kurang kaya, dan kurang variasi di dalam diksi.
Dan masih
banyak lagi. Nanti akan dibahas pada narasi yang berikutnya.
Teknologi haruslah diakui, sangat berguna. Terbukti bermanfaat. Bahkan memotong waktu, tenaga, dan kadang mengganti pikiran manusia jika digunakan dengan bermartabat.
Akan tetapi, di era teknologi saat ini, penting untuk mengingat bahwa meskipun AI dan teknologi dapat menjadi alat bantu yang kuat, manusia adalah subjek sekaligus tuan atas ciptaannya.
Manusia tetap pengendali dan memastikan bahwa teknologi digunakan dengan bijak sesuai dengan visi dan nilai-nilai kemanusiaan kita.*)