Heppi Ramat: Dari Pedalaman Malinau "Mengajari" Orang Jakarta
|
Memang ada!
Heppi Ramat Heppi Ramat, S.Pd. atau nama Dayak Lundayeh-nya Bua’ Pade Nanong R. STP contohnya.
Sehari-hari, guru ulung ini mengajar di SDN 02 Malinau
Barat, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, telah menjadikan dunia
pendidikan sebagai panggilan hidupnya. Namun, ia tidak hanya sebatas seorang
pendidik biasa. Heppi adalah seorang pionir dalam mengajar membaca kepada
anak-anak di kelas awal, dan lebih dari itu, dia adalah seorang pegiat literasi
yang telah mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan sejak tahun 2016.
Yang membuat Heppi begitu istimewa adalah inovasinya yang
luar biasa dalam menciptakan media pembelajaran membaca yang sederhana,
terutama dari barang-barang bekas. Ini adalah bukti nyata dari kreativitasnya
yang tak terbatas dan komitmen kuatnya terhadap pendidikan. Dengan pendekatan
yang unik ini, ia berhasil membantu siswa SD kelas awal dalam proses
pembelajaran membaca dengan cara yang menyenangkan dan interaktif.
Keberhasilannya dalam mengembangkan media pembelajaran
tersebut tak luput dari perhatian Kemendikbud, yang mengundangnya untuk berbagi
pengalamannya di Jakarta. Ini adalah pengakuan atas kontribusi luar biasa Heppi
dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Namun, Heppi tidak hanya dikenal sebagai seorang guru yang
ulung. Di balik peran pendidiknya, dia juga seorang ibu rumah tangga yang penuh
dedikasi. Di tengah kesibukannya mengajar dan mengurus keluarganya, dia juga
menjalani hobi menulis. Dengan kemampuannya dalam mengekspresikan pemikiran dan
pengalaman melalui kata-kata, ia telah menginspirasi banyak orang melalui
tulisannya.
Dengan dedikasi ganda sebagai guru dan ibu rumah tangga,
Heppi Ramat adalah contoh nyata seorang wanita yang mampu menghadapi banyak
peran dalam kehidupan, dan setiap perannya ia jalani dengan penuh semangat dan
tekad untuk membuat perbedaan di dunia pendidikan dan di antara generasi
penerus Indonesia.
“Saya bisa seperti saat ini,” kisah Hepi, “karena tumbuh
dalam dan didukung keluarga besar. Saya merasa beruntung sekaligus bersyukur
menjadi bagian keluarga besar ST Padan. Suami saya, Tirusel ST Padan adalah
adik keempat Yansen TP. Menjadi istri
Tirusel sesuatu yang tidak disangka-sangka. Itulah indah pada saatnya.
Ternyata, “darah” sebagai guru pun menetes ke saya. Menjadi guru honor sekitar
10 tahun, tahun 2014 diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Saya seorang
guru Sekolah Pendidikan Dasar di Malinau, yang mengajar anak-anak kelas awal.
Terutama keterampilan yang saya anggap sangat mendasar, yakni: membaca dan
menulis.”
Guru dari daerah diundang presentasi di Jakarta depan banyak orang, sesuatu banget. |
Inovasi dari guru mendorong budaya baca anak Indonesia. Media pembelajaran kreatif, hasil inovasi Heppi. |
Heppi berkisah. Katanya, "Tidak mudah menjadi guru yang berdedikasi, apalagi bagi seorang wanita. Sebagai ibu rumah tangga, haruslah menyiapkan keperluan rumah tangga setiap hari, selain mengurus suami dan anak-anak. Pagi-pagi, sebelum ayam berkokok, sudah harus bangun. Menyiapkan sarapan. Menyapu dan membersihkan rumah. Merapikan tempat tidur."
Menurutnya, menjadi guru zaman sekarang, era multimedia, berbeda dengan
dulu. Kini serba tersedia banyak sumber belajar lain, di samping guru. Guru
bukan satu-satunya lagi sumber belajar. Oleh sebab itu, guru mesti kreatif,
antara lain dengan menciptakan media pembelajaran dan kelas yang literat.
Media pembelajaran memang penting, akan tetapi tidak bisa
menggantikan peran guru. Namun, fungsi media pembelajaran penting. Misalnya,
media pembelajaran seperti: absen mandiri, kalender, kartu kata, kartu huruf,
sudut baca, mengelompokkan kata-kata sukar, pohon baca, pohon cita-cita, pohon
huruf, pohon angka, jam kehadiran, dan sebagainya.
Saya mendengar kisah mengenai ayah mertua, seorang guru yang
banyak ide dan melakukan inovasi. Ia membangun sekolah di satu desa. Lalu
berpindah ke tempat lain lagi dan mulai baru. Demikian seterusnya, sampai
berpindah ke Malinau, Tarakan, lalu Samarinda.
Meneladani ayah mertua, STP, saya berusaha menjadi guru yang kreatif dan inovatif.
Dalam hati kecil, saya pun ingin menjadi seorang guru yang
kreatif dan inovatif. Saya mulai ide dengan merancang alat baca tulis
sederhana, yang diberi nama: absen mandiri. Sederhana, bahkan sangat sederhana.
Namun, fungsinya yang luar biasa. Media pembelajaran ini, bahan bakunya adalah
kardus, kertas, plastik, lakban, dan potongan angka.
Berawal dari pembinaan dari Tim Inovasi yang bergerak dalam
hal literasi. Para guru, termasuk saya di Gugus 1 Malinau, Kalimantan Utara,
dibina untuk menciptakan media pembelajaran. Kebetulan, saya menjadi salah satu
fasilitator daerah (Fasda). Terdorong oleh motivasi dan ilmu yang didapat dari
Tim Inovasi, penulis mencipta dan melakukan inovasi media pembelajaran
peningkatan keterampilan membaca dan menulis siswa SD kelas awal.
Pada Agustus 2017, diciptakanlah media pembelajaran
peningkatan keterampilan membaca dan menulis siswa SD kelas awal, yakni: absen
mandiri, kalender, kartu kata, kartu huruf, sudut baca, pengelompokkan
kata-kata sulit, pengelompokkan kata-kata pujian, pohon angka, pohon cita-cita,
pohon huruf, papan bunyi huruf, kubus kata, dan jam kehadiran. Khusus “sudut
baca”, media pembelajaran ini mendorong sekaligus implementasi dari program
Literasi Nasional. Guru, kadang guru, membacakan cerita dari buku 15 menit sebelum
pelajaran dimulai.
Mendapat informasi mengenai inovasi tersebut, kami diundang
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menceritakan mengenai inovasi
itu di Jakarta pada 26 Juli 2018. Peserta antusias, sekaligus memuji Tim
Inovasi Malinau yang mulai melakukan perubahan mengajar di kelas awal. Jika
selama ini pembelajaran berfokus pada buku, kini beralih ke media.
Jarang ada kesempatan seperti ini. Seorang guru SD nun jauh
di pedalaman Kalimantan, bisa diundang dan presentasi di Jakarta. Mula-mula
bergetar rasanya. Seluruh badan kaku. Lidah juga kelu. Namun, setelah berdoa
pada Tuhan agar diteguhkan, saya presentasi. Di akhir presentasi, saya
mendengar riuh rendah tepuk tangan hadirin.
Hal yang membesarkan hati saya adalah bahwa pihak Kementerian
menyatakan, temuan ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk mencipta dan
menggunakan media pembelajaran yang mudah dan murah yang sesuai dengan situasi
dan kondisi lingkungan belajar setempat.
Meneladani ayah mertua, STP, saya berusaha menjadi guru yang
kreatif dan inovatif.
Jika tidak berada dan tumbuh dalam keluarga besar, tidak
mungkin saya menjadi seperti sekarang ini. Semuanya berkontribusi. Suami,
anak-anak, saudara kandung, saudara ipar, dan terlebih ayah mertua yang
senantiasa semangatnya hidup menyala dalam keluarga besar.
Pada 2020, Heppi salah satu dari 30 anggota keluarga besar Samuel Tipa Padan yang mencatatkan rekor MURI sebagai buku dengan kategori "Terbanyak ditulis oleh anggota keluarga inti". Buku diterbitkan Bhuana Ilmu Populer, full color, setebal 358 halaman.
Setelah "pecah telor" Heppi berani berliterasi sendiri. Ia kian pede. Puncaknya, pada 2022, bu guru berkulit putih asal Ba' Binuang ini menerbitkan buku solo yang dicetak dan diterbitkan Penerbit Lembaga Literasi Dayak (LLD). ISBN: 978-623-7069-39-3. *)