Belajar dari Vereenigde Oostindische Compagnie - VOC : Modal Nekad (1)
|
Tak terhitung berapa kali kakiku telah merasakan tanah
di antara debu Kota Jakarta, pasir pelabuhan, dan mendengar deru knalpot Kota
Batavia. Kota Jakarta adalah saksi bisu dari begitu banyak perubahan sepanjang
sejarahnya.
Seringkali, perjalanan saya membawa pikiran saya melintasi waktu hingga mencapai empat abad yang silam. Pada masa itu, nenek moyang kita belum memiliki daya dan kendali atas tanahnya. Namun, sekarang sejarah telah berputar dan memainkan peran yang berbeda.
Dahulu, orang Dayak disebut "pagan," tetapi kini mereka yang menganggap kita sebagai "pagan." Hal ini membuat saya merenung dan bertanya-tanya tentang kebenaran kata-kata ini: "Siapa yang tidak belajar dari sejarah, akan dikutuk oleh sejarah."
Oleh karena itu, saya mulai melakukan penelitian, menulis, dan akhirnya mempublikasikan serial tulisan yang diberi judul seperti yang Pembaca saksikan sekarang. Topik ini begitu luas dan dalam, termasuk cerita tentang kapal selam Belanda, Nederland Indie Rubber (NIRUB) yang tenggelam di muara Sungai Sekayam, yang tidak jauh dari jembatan gantung.
Apakah Anda pernah mendengar tentang peristiwa ini? Saya juga akan menulis tentang karet unggul, Land Baw, dan kopi robusta yang merupakan peninggalan berharga VOC dan masih dibudidayakan di kampung halaman saya, Jangkang.
Historia docet. Sejarah adalah guru terbaik. Mari kita
belajar dari sejarah agar tidak dihantui oleh kutukan sejarah. Sejarah adalah
cermin bagi masa depan kita, dan pengetahuan tentang masa lalu dapat membimbing
kita menuju masa depan yang lebih baik.
***
Keindahan langit Jakarta yang diterangi semburat warna merah
bianglala menciptakan suasana magis di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa. Pantai
ini selalu menjadi saksi bisu dari perjalanan kehidupan, bahkan sejak zaman
dahulu. Dulu, pelabuhan ini adalah satu-satunya tempat yang menjadi
persinggahan bagi para pedagang mancanegara yang berlayar ke wilayah Nusantara.
Ketika saya melangkah masuk ke pelabuhan Sunda Kelapa, saya tak
bisa menahan perasaan kagum dan rasa ingin tahu. Saya membayangkan diri saya
sebagai seorang "meneer" yang mengatur segala urusan di sini pada
masa kejayaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Dengan keheranan dan kekaguman yang memenuhi pikiran saya,
pertanyaan-pertanyaan mulai muncul. Saat itulah, sudut pandang saya terhadap
Kompeni Hindia Belanda mulai berubah. Hari ini, pada tanggal 30 Januari 2021,
saya ingin berbagi pemikiran saya tentang pengalaman ini.
Memutar kembali sejarah VOC membawa kita ke zaman di mana perjalanan
dengan kapal menuju Batavia penuh dengan intrik dan bahkan pembunuhan sesama
penumpang. Ironisnya, kekejaman ini seringkali lebih mengerikan daripada
persepsi kita terhadap suku asli Borneo, yang dianggap "liar" dan
"belum beradab."
Ada beberapa alasan di balik kejatuhan VOC, di antaranya adalah korupsi di kalangan pejabat VOC di berbagai cabangnya. Di samping biaya yang besar untuk perang dan upaya melawan raja-raja lokal di Nusantara.
Saat berdiri di depan galangan kapal yang megah dan mercusuar yang
kokoh, saya merenung. Seiring dengan rasa kagum, saya teringat akan guru
sejarah saya, Amok, yang begitu bersemangat menceritakan sejarah pelabuhan
Sunda Kelapa dan peran pentingnya bagi VOC ketika saya masih kecil pada tahun
1970-an.
Dulu, kita hanya membaca tentang sejarah ini di buku pelajaran.
Namun, sekarang saya ingin mengikuti jejak Kompeni, karena saya ingin menjadi
bagian darinya. Sejarah VOC, khususnya perniagaan lada di Nusantara, sangat
menarik bagi saya.
Julukan "the king of spices" atau "rajanya
rempah-rempah" tidak pernah lepas dari tanaman bernama Latin "piper
nigrum," tumbuhan monokotil yang memiliki berkeping satu. Rempah ini tidak
hanya menghangatkan badan dan menyehatkan tubuh, tetapi juga menyedapkan segala
masakan. Rempah ini sangat digemari oleh suku bangsa, terutama Eropa, dan
orang-orang yang tinggal di daerah dingin, namun juga menjadi bumbu penyedap
yang tak tergantikan di daerah tropis.
Meskipun latar belakang akademis saya adalah sebagai sarjana
filsafat dan master ilmu sosial, saya memiliki ketertarikan khusus dalam
sejarah. Belakangan ini, penelitian saya fokus pada sejarah, terutama yang
berkaitan dengan suku Dayak dan kebudayaan Dayak. Saya selalu menggunakan
pendekatan konstruktif-interpretif daripada pendekatan historiografi dalam
penelitian saya.
Saya menemukan fakta mengejutkan bahwa Tanah Dayak hanya dijajah
oleh Belanda selama 40 tahun, sementara Tanah Jawa dijajah selama 3,5 abad.
Fakta sejarah ini harus disampaikan dengan jujur kepada anak cucu kita.
Kemudian, mari kita berbicara tentang kenaikan dan kejatuhan VOC.
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan pada tanggal 20 Maret 1602
sebagai persekutuan dagang dari Belanda yang menguasai perdagangan di seluruh
Asia. Dengan 17 tuan yang dikenal sebagai "Heeren XVII," VOC menjadi
kekuatan dominan di wilayah Nusantara selama hampir 350 tahun.
|
Anggota ketujuh belas ditunjuk secara bergantian oleh Zeeland atau salah satu kamar kecil tersebut. Secara teoritis, Amsterdam dapat dikalahkan dalam pemungutan suara, tetapi dalam praktiknya, kekuasaan kamar besar ini terhadap yang lebih kecil adalah sedemikian kuat sehingga biasanya dapat mengambil keputusan sesuai dengan kehendaknya.
Heeren Seventeen bertemu dua atau tiga kali setahun di kamar yang memimpin, entah itu di Amsterdam (selama enam tahun berturut-turut) atau Middelburg (selama dua tahun berturut-turut). Waktu pertemuan ini, yang biasanya berlangsung selama empat hingga lima minggu, bersamaan dengan ritme lalu lintas pengiriman antara Republik Belanda dan Asia.
Direktur-direktur baru harus diangkat oleh majelis provinsi, yaitu majelis Provinsi Holland dan Zeeland, dari daftar pendek yang disiapkan oleh direktur-direktur yang sedang menjabat.
Namun, kekuasaan ini segera direbut oleh dewan kota-kota di kamar-kamar tersebut. Sebagian besar karena kebijakan penunjukan ini, terjalin hubungan erat antara oligarki penguasa, anggota dewan kota, dan direktur perusahaan.
Namun, kita tahu bersama. Bahwa VOC akhirnya bubar pada tanggal 31 Desember 1799 dengan meninggalkan utang sebesar 136,7 juta gulden.
Ada beberapa alasan di balik kejatuhan VOC.
Di antaranya adalah korupsi di kalangan pejabat VOC di berbagai
cabangnya. Di samping biaya yang besar untuk perang dan upaya melawan raja-raja lokal
di Nusantara. (Masri Sareb Putra, M.A.)
Bersambung....