Apai Janggut dan Level Kompetensinya Setara Doktor Bidang Lingkungan (Bagian 7 dari 10 Tulisan)
|
Tidak keliru. Pas saja! Mengapa? Baca narasi ini hingga tuntas. Baru tahu alasannya.
Adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim yang melantangkannya dengan kebijakan dan peraturan secara formal di pendidikan tinggi. Meski sebenarnya kalangan perguruan tinggi telah mengenal istilah "level" untuk menyetarakan keterampilan/keahlian seseorang yang tidak sekolah. Namun, yang bersangkutan memiliki kompetensi serta pengetahuan setara orang kuliah.
Dalam konteks "level" dan life skill, menarik mengamti Apai Janggut dan tacit knowledge yang telah membuatnya setara dengan seorang doktor dalam bidang tertentu. Ini bukan sekadar klaim sembarangan, melainkan hasil pengakuan komunitas perguruan tinggi dan pemerintah yang mengakui keahlian Apai Janggut yang tidak didapatkan melalui pendidikan formal.
Penting untuk memahami bahwa dalam dunia pendidikan tinggi, istilah 'level' digunakan untuk menilai tingkat keterampilan dan pengetahuan seseorang, tidak hanya didasarkan pada gelar formal. Misalnya, Level 8 dan 9 dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menunjukkan tingkat penguasaan teori dan aplikasi dalam bidang pengetahuan tertentu, serta filosofi keilmuan dalam bidang tersebut.
Baca artikel terkait Apai Janggut Dan Kecerdasan Alam (Bagian 5 Dari 10 Tulisan)
Apai Janggut dengan kecerdasan alaminya yang sesuai dengan definisi kecerdasan natural smart oleh Howard Gardner, mungkin memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang melebihi seorang doktor di bidang tertentu, seperti doktor lingkungan.
Tentu saja, ini merangsang sebuah perdebatan menarik, terutama setelah pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, yang menyatakan bahwa masa depan adalah era kompetensi, dan gelar pendidikan bukanlah satu-satunya ukuran kesuksesan.
Pernyataan Menteri Nadiem telah memicu perdebatan luas dalam masyarakat, mengingatkan kita untuk melihat pendidikan dan kompetensi dari sudut pandang yang lebih luas daripada sekadar gelar. Oleh karena itu, narasi ini mencoba untuk menggali isu-isu yang muncul dalam perdebatan ini dan menawarkan perspektif yang lebih mendalam untuk merespons pernyataan tersebut."
Nadiem menegaskan pentingnya kompetensi, yang merupakan hasil dari perpaduan antara pengetahuan eksplisit yang diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah dan universitas, dengan pengetahuan tacit yang merujuk pada pengalaman dan pembelajaran sepanjang kehidupan.
Pernyataan ini sejalan dengan apa yang tercermin dalam diagram, yang menunjukkan bahwa sekitar 95% dari pengetahuan yang dimiliki individu berasal dari pengetahuan tacit, juga dikenal sebagai "sekolah kehidupan," sedangkan sisanya, hanya 5%, berasal dari pengetahuan eksplisit yang diperoleh melalui sistem pendidikan formal.
|
Apai telah mempertajam kompetensinya melalui pengalaman hidupnya, refleksi mendalam, komitmen, dan dedikasinya yang tak pernah pudar. Pengetahuan tacit yang dimilikinya bukanlah hasil dari proses belajar formal di institusi pendidikan, melainkan hasil dari belajar dari kehidupan itu sendiri.
Pintar dan terampil bukan karena seseorang sekolah dan kuliah, melainkan karena belajar. Sebab sekolah dan kuliah bisa tamat namun belajar sepanjang hayat. Apai janggut belajar setiap saat.
Kita tidak boleh meremehkan seseorang yang tidak memiliki gelar formal. Mereka mungkin memiliki pengetahuan tacit yang unggul, bahkan melebihi para sarjana dan profesor di bidang tertentu. Pengetahuan tacit ini adalah harta berharga yang ditemukan melalui pengalaman, pemikiran kritis, dan eksplorasi mendalam dalam bidang tertentu. Ini merupakan hasil dari proses dialektika yang serius dan berkelanjutan, mirip dengan proses perkembangan ilmu dan teori.
Jadi, yang dimaksud dengan "tacit" bukanlah ketiadaan bicara atau keheningan dalam arti harfiahnya, tetapi pengetahuan yang muncul dari pengalaman, pemikiran, kompetensi, dan komitmen individu.
Jenis pengetahuan tacit ini mengalami eksplorasi para pakar, perkembangan, dan transformasi seiring waktu, hingga menjadi pengetahuan yang sistematis dan berbasis metodologi. Orang yang memiliki pengetahuan tacit tidak hanya memahami konsep-konsep, tetapi juga mampu menciptakan dan mengembangkan teori-teori mereka sendiri.
Di dunia yang terus berkembang ini, kita perlu memberikan pengakuan yang pantas untuk nilai pengetahuan tacit ini. Ini adalah aset berharga yang mendorong kemajuan masyarakat kita.
Dengan menghargai kontribusi dari sososk seperti Apai Janggut, kita dapat memahami bahwa pendidikan formal hanyalah salah satu dari banyak jalur menuju pengetahuan dan keunggulan sejati. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pemegang pengetahuan tacit yang berharga jika mereka bersedia untuk terus belajar, berpikir, dan berkomitmen dengan serius dalam hidup mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali menemui tokoh-tokoh yang memiliki pengetahuan tacit yang luar biasa. Sebagai contoh, tokoh seperti Adam Malik, seorang tokoh otodidak yang telah menjabat sebagai menteri dan wakil presiden Indonesia, dan Mochtar Lubis, seorang antropolog Indonesia yang mengidentifikasi ciri-ciri budaya Indonesia yang unik.
Selain itu, ada juga tokoh-tokoh seperti Soedjatmoko, Ayip Rosidi, dan Bob Sadino yang memiliki pengetahuan tacit yang luar biasa di berbagai bidang.
Kesimpulannya, pengetahuan tacit adalah harta yang tak ternilai, dan kita harus menghargainya sebagaimana mestinya. Hal ini akan membantu masyarakat kita untuk terus berkembang dan berinovasi di berbagai bidang.
Semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemegang pengetahuan tacit yang berharga jika mereka berkomitmen untuk belajar dan tumbuh sepanjang hidup mereka. (Bersambung)