Piet Pagau: Dayak Ganteng yang Laku di Layar Kaca
|
Tumenggung Hadiraksa dalam film "Singgasana Brama Kumbara" adalah seorang pria yang sangat dikenal publik. Aktingnya memukau. Ia berasal dari Mempawah, Kalimantan Barat. Dan pastinya suku Dayak.
Tak diragukan lagi. Sosok tersebut adalah Piet Pagau. Pria gagah berpostur tinggi yang juga memiliki wajah tampan dan
menawan.Wibawa penampilannya jika memerankan tumenggung. Kumis tebalnya yang hiram melintang di atas bibir membuatnya kian menawan.
Siapa yang tidak mengenal serial TV yang diproduksi oleh PT.
Genta Buana Paramita pada tahun 1996 yang ditulis oleh Niki Kosasih dan Imam
Tantowi. Serial tersebut merupakan versi Saur Sepuh dengan cerita yang berbeda
dari versi Radio sebelumnya.
Piet Pagau mulai dikenal saat film "Mandau dan
Asmara" (1977) yang dibuat di Pontianak meraih popularitas. Dia merupakan
seorang aktor senior dari suku Dayak yang sangat profesional dan tidak ada
lawannya di bidangnya.
Piet Pagau awalnya memulai karier di bidang pemerintahan. Setelah lulus dari APDN pada tahun 1974, dari tahun 1971 hingga 1976, ia bekerja sebagai pegawai di kantor Pemda Kalbar. Terakhir, ia ditugaskan di kantor Camat Batang Lupar, Lanjak, Kapuas Hulu.
Di film tersebut, Piet menunjukkan bakat aktingnya yang luar
biasa. Sebagai seorang aktor profesional, dia sangat lihai berbahasa Kanayatn.
Lahir pada tahun 1951 di Desa Batu Raya, Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten
Landak, Kalimantan Barat, Piet Pagau memiliki darah Dayak yang mengalir dalam
dirinya.
Pengenalan namanya bersamaan dengan naiknya popularitas film
"Mandau dan Asmara" (1977) yang berlokasi di Kalimantan Barat,
terutama di Pontianak. Karena cerita berlangsung di wilayah tersebut, artis
lokal, termasuk Piet Pagau, dipilih untuk berperan dalam film tersebut karena
dia memiliki darah Dayak asli.
Pertama kali datang ke Jakarta untuk mengisi suara dalam
film tersebut, Piet Pagau kemudian memutuskan untuk tetap berada di ibu kota.
Dia memiliki penampilan yang menarik dan selain fisiknya yang prima, dia juga
berpengalaman dalam teater, baik di panggung maupun di RRI Pontianak. Tidak
heran jika Piet Pagau terus aktif di dunia perfilman bahkan saat ini era
sinetron. Dia memerankan berbagai peran, dari patih hingga serdadu, dari tokoh
bangsawan hingga rakyat biasa.
Meskipun lebih dikenal sebagai seorang aktor berpengalaman,
Piet Pagau awalnya memulai karier di bidang pemerintahan. Setelah lulus dari
APDN pada tahun 1974, dari tahun 1971 hingga 1976, ia bekerja sebagai pegawai
di kantor Pemda Kalbar. Terakhir, ia ditugaskan di kantor Camat Batang Lupar,
Lanjak, Kapuas Hulu. Namun, akhirnya ia memilih untuk pensiun dini dan pergi
merantau ke Jakarta untuk mencari pengalaman dan tantangan, bukan hanya mencari
nafkah semata.
Sebagai seorang aktor, Pagau telah membintangi banyak film
dan sinetron. Beberapa contohnya termasuk "Nada-Nada Rindu" (1987),
"Tutur Tinular" (1997), dan "Bidadari-Bidadari Surga"
(2012). Sampai saat ini, dia masih aktif dalam berbagai produksi film tahun
2000-an, serta tetap eksis dalam berbagai peran di sinetron.
Pada tanggal 30 September 1980, Pagau menikah dengan seorang
penyanyi dan aktris bernama Rita Zahara. Mereka dikaruniai delapan orang anak.
Di Jakarta, Pagau tetap aktif dan selalu hadir dalam setiap acara yang diadakan. Minum tuak adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukannya, karena itu mengingatkannya pada kampung halamannya.
Piet juga aktif di Forum Dayak Kalbar Jakarta (PDKJ), di mana saya bergabung bersamanya di Seksi Seni Budaya.*)