Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan
Buku hasil riset kedua penulis, Dr. Yansen TP, M.Si. dan Masri Sareb Putra, M.A. ini membuktikan bahwa Dayak tidak dari mana pun juga asalnya. Dayak telah ada di sini (varuna-dvipa/ Borneo) dan di tempat ini. Bahkan jauh sebelum 40.000 tahun lalu di Gua Niah, Miri. Dayak penduduk asli dari sini dan di tempat ini pulau terbesar ke-3 itu, telah ada dan mengukir sejarahnya sejak prasejarah.
Buku setebal 320 halaman, yang ditulis setahun dengan riset lokus 2 tahun ini membeberkan bahwa Dayak bukan berasal dari Yunan. Sangat sulit secara ilmiah membuktikan Dayak dari Yunan, salah satu pertayaanny adalah: Jika dari Yunan, siapa mereka? Mendarat di mana? Pecinan di mana?
Maka buku ini menyibak wawasan baru bagi kita. Baca dan segera miliki! Sekilas menu gizi yang menjadi kontennya:
BORNEO atau pada zaman masuknya pengaruh Hindu India pada akhir abad ke-4 Masehi disebut sebagai “Varuna- dvipa”, masih terlalu banyak menyisakan celah yang be- lum banyak dimasuki para peneliti dan penulis.
Ribuan situs bersejarah berupa paleonologi dan keramikologi yang ditengarai sudah ada sejak zaman baheula belum dijamah, apalagi ditulis, dan dipublikasikan. Misalnya saja, situs bersejarah di tepian Sungai Krayan, Kalimantan Utara. Suatu terra incognita, tanah yang belum dikenal sebelum- nya, manakala kita tidak punya secuil keberanian untuk memulai memasuki, kemudian mengungkapkannya.
Menjelajah masuk ke zaman prasejarah Borneo, kita akan menemukan karya-karya yang mengagumkan, antara lain: Robert Blust ”Borneo and Iron”. Bahwa berdasarkan bukti linguistik, pengetahuan tentang besi secara signifikan mendahului waktu benda besi pertama kali didoku- mentasikan di pulau terbesar ketiga dunia itu pada tahun 500-200 SM.
Buku ini wajib dibaca dan dimiliki penulis, dosen, peneliti, jurnalis, budayawan, dan siapa saja yang meminati masalah etnologi dan antropologi.
Potongan obsidian yang berasal dari Inggris meng- isyaratkan bahwa telah ada hubungan perdagangan antar- pulau sekitar 1000 SM. Endapan bijih besi dengan konsen- trasi tinggi di pulau ini menjadikan Borneo sebagai lokasi yang mungkin di kawasan Asia Tenggara sebagai lokus transisi dari penggunaan peralatan besi impor ke tahap pengerjaan besi.
Diketahui bahwa Borneo pertama kali disebutkan dalam Panduan Geografi Ptolemy sekitar tahun 150 M. Manik manik perdagangan Romawi dan artefak Indo-Jawa telah ditemukan yang memberikan bukti peradaban berkem- bang yang berasal dari abad ke-2 atau ke-3 M.
Oleh karena itu, menggali sejarah peradaban dan kekayaan adat istiadat manusia penghuni sungai Krayan berarti menggali salah satu khasanah kekayaan budaya Indone- sia. Sebagai warga, kita perlu mengenal apa yang menjadi bagian dari organ tubuh dan jiwa bangsa. Sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya kita mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya secara holistik.
Seiring dengan perubahan sosial dari masa ke masa, manusia penghuni Sungai Krayan juga berdinamika. Jika pada masa prasejarah, manusia penghuni Sungai Krayan adalah ko- munitas yang homogen. Mereka memiliki peradaban yang cukup tinggi, terbukti dari temuan artefak berupa pening- galan alat-alat pertanian, teknologi pertanian, serta tem- payan batu yang ditemukan di desa Long Mutan dan di Long Padi, Krayan Tengah.
Demikian juga kuburan kuno nenek moyang manusia Sungai Krayan di Tang Paye yang mengindikasikan bahwa kebudayaan batu telah dikenal nenek moyang sejak zaman dahulu kala.
Lalu pada zaman prakemerdekaan, datang Misi The Christian Missionary Alliance (CMA) pada tahun 1929 ke bumi Krayan. Ketika itu, telah dikenal adanya klan utama manusia penghuni Sungai Krayan, yakni: Lengilo’, Tanah Lun, Nan Ba’, Puneng Krayan atau Fe’ Ayan, dan Sa’ban. Tiap-tiap klan, yang kemudian hari berkembang menjadi sub-etnis Dayak Lundayeh makin lama semakin bertambah. Seiring dengan waktu, mereka “menguasai” tanah adatnya masing-masing.
Buku ini wajib dibaca dan dimiliki penulis, dosen, peneliti, jurnalis, budayawan, dan siapa saja yang meminati masalah etnologi dan antropologi.*)