Obituari Bertha - Cerita Bersambung (1)
Preambul
Novel ini karya sastrawan asal Jangkang, Kab. Sanggau. Oleh sebab settingnya terkait dengan Sanggau, Singkawang, dan tempat sekitarnya; maka Redaksi memandang cerita ini relevan untuk Pembaca budiman.
Slamat menikmati karya pengarang prolifik "bi dop" nto.
***
# 1
Spinner
HALIMUN masih menyisa putih pada celah-celah daun bungur. Ujungnya yang rimbun mengeluarkan kuntum bunga. Warna ungu seperti menderet cinta tak-bertepi menghiasi sepanjang jalan tol masuk bandara Soekarno-Hatta.
HALIMUN masih menyisa putih pada celah-celah daun bungur. Ujungnya yang rimbun mengeluarkan kuntum bunga. Warna ungu seperti menderet cinta tak-bertepi menghiasi sepanjang jalan tol masuk bandara Soekarno-Hatta.
Aku melirik arloji di pergelangan tangan.
―Ehm, benar juga, batinku. Tak keliru Brigjen
Supardjo jelang Gestapu dulu bilang Jakarta tak
pernah tidur! Subuh pun jalanan ibu kota negara
tetap padat merayap.
Dari rumah aku sudah berangkat 3 jam sebelum keberangkatan. Kini tinggal 40 menit lagi akan
boarding. Taksi yang kutumpangi berhenti persis di
depan terminal 1-A.
Aku buru-buru masuk ruang
keberangkatan pesawat.
Ransel kulepas. HP kukeluarkan dari saku dan
langsung masuk dalam box untuk di-screen. Namun, setelah lewat petugas pemeriksaan bandara,
lagi-lagi aku sebal.
Segera kumelangkah ke arah ruang tunggu dan
hanya lewat saja di situ. Buru-buru menuju pesawat
yang hanya menungguku untuk segera take off.
Sampai di pesawat, berdiri dua pramugari di
muka pintu.
Satunya tinggi semampai. Ketika berada di depannya, aku hanya sebahunya saja. Satunya lagi sedang, kulit kuning langsat, rambut lurus
tergerai, senyumnya ramah.
―Aduuuh, Mas! Hampir saja ketinggalan pesawat,celoteh yang tinggi semampai. Aku hanya
senyum. Kemudian berlalu. Mencari seat-ku. Memasukkan ransel ke bagasi di atas. Duduk. Lalu
mengunci sabuk pengaman.
Sejenak aku mencuri pandang ke arah pintu
pesawat yang masih terbuka. Pramugari tinggi semampai jongkok. Ia akan menutup pintu pesawat.
Ketika itulah darahku serasa berhenti mengalir.
Pemandangan depan mataku sungguh menggoda.
Dari celah-celah kain kebayanya bermotif
batik yang terbelah aku menyaksikan keindahan
sempurna. Jantung serasa berhenti memompa dan
menghentikan aliran darah ke segenap penjuru tubuhku.
(bersambung)